LOCUSOLINE – Bisnis Tanaman Hias. Tanaman adalah salah satu mahluk hidup dari miliaran spesies mahluk hidup yang ada di dunia selain Manusia. Tanaman memiliki hubungan yang erat dengan siklus kehidupan yang ada di dunia ini, bahkan memiliki peranan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup planet bumi.
Kebaradaan tanaman, selain menjadi sumber makanan, juga menjadi pelengkap hidup semua manusia di dunia ini. Namun tentu, tidak menjadi sumber makanan, banyak sekali dari spesies tanaman yang hanya bisa digunakan untuk obat herbal, bahan bangunan, tanaman hias dan bahkan ada juga yang memiliki kandungan racun yang berbahaya.
Dari salah satu manfaat tanaman, kali ini Redaksi Surat Kabar LOCUS dan media online locusonline.co akan menyajikan informasi seputar tanaman yang bisa digunakan sebagai hiasan atau tanama hias.
Rubrik ini bertujuan untuk mengajak semua masyarakat di Indonesia untuk mencintai, menjaga, memelihara dan melestarikan serta memanfaatkan karunia yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta alam, sebagai bentuk syukur atas karunia yang telah kita terima semenjak hadir ke dunia ini.
Tanaman hias memiliki manfaat yang sangat banyak. Selain bisa mempercantik ruangan atau sekitar lingkungan kita berada, tanaman hias juga memiliki manfaat menyaring udara yang kotor akibat polusi. Dengan adanya tanaman hias di sekitar kita, maka udara pun menjadi bersih dan kita yang menghirupnya menjadi sehat.
Salah satu warga Garut sekaligus pendiri beberapa media cetak dan online, Asep Ahmad mengaku memiliki pengalaman yang sangat indah dan sangat berkesan ketika memelihara tanaman hias di rumahnya. Saat ini dirinya memiliki beberapa jenis tanaman hias dari berbagai spesies. Semua tanaman hias yang dirawatnya juga menjadi bahan penelitian.
“Saya memiliki beberapa jenis tanaman hias dari keluarga Photos dan Philodendron. Tanaman ini sangat cantik, indah dan keunikan tersendiri. Saat ini saya merasa tertantang untuk melestarikan semua jenis tanaman hias,” ujarnya.
Kenangan Masa Kecil
Menurut Asep Ahmad, ketertarikannya terhadap tanaman hias memang tidak datang tiba-tiba atau spontan begitu saja, tetapi ada proses yang cukup panjang sehingga dirinya memiliki cita-cita sebagai pengusaha tanaman hias terbesar di tanah kelahirannya, Kabupaten Garut.
Asep Ahmad mengaku lahir di Kampung Cirumampa, Desa Cihaurkuning, Kabupaten Garut. Namun sejak usia dua tahun keluarganya sempat berpindah-pindah tempat, dari satu kota ke kota lainnya. Salah satu kota yang cukup lama ia tempati adalah Kabupaten Purwakarta. Kota yang dulunya dikenal sebagai Kota Pensiunan.
Di kota ini, Asep memiliki banyak kenangan yang sangat indah. Salah satu hal selalu teringat adalah kebaikan semua tetangganya. Selain baik dan perhatian, selama menetap di Purwakarta Asep mengaku sering menginap di rumah tetangganya. Walau harus menerima kemarahan kedua orang tuanya, namun Asep mengaku merasa nyaman apabila bisa berkumpul dengan teman-temannya di masa kecil.
“Tetangga saya di Purwakarta ini baik semua. Saya malah sering makan, tidur dan bermain di rumah pata tetangga. Karena sering menginap di rumah tetangga, saya hampir setiap hari di marahin kedua orang tua saya,” ucapnya sedikit mengenang masa kecil.
Lalu, apa hubungan antara masa kecil Asep Ahmad dengan bisnis tanaman hias. Asep mengaku ketika sering berlama-lama bermain di rumah tetangganya, Asep mengaku sering mengamati aneka tanaman hias yang dipelihara oleh ibu dari salah satu sahabatnya. “Saya punya tetangga yang sangat kreatif, rumahnya bersih dan nyaman, karena di rumah ini ada beberapa jenis tanaman hias, salah satunya tanaman Suplir, Bambu Rejeki, Bunga Kertas dan lainnya,” katanya.
Selain itu, almarhum ibu tercintanya sangat menyukai Bunga Melati yang ditanam di pelataran rumahnya. Pohonnya yang cukup besar memiliki bunga yang cukup banyak. Sehingga ketika bunganya sudah tumbuh dewasa sering mengeluarkan aroma yang sangat menyegarkan.
“Almarhum ibu saya suka menyuruh saya untuk memetik Bunga Melati yang ada di halaman rumah. Setelah dipetik beliau suka mencium baunya lalu kemudian dicampurkan dengan Air Teh hangat. Aromanya sangat sedap. Saya memiliki kedekatan paling intens dengan almarhum ibu, sehingga apapun yang dilakukan ibu saya, saya tahu persis,” ujarnya.
Setelah lulus SMP, Asep dibawa keluarganya pindah ke kampung halamannya di Malangbong Garut Jawa Barat. Ayahnya yang berprofesi sebagai guru mengaji dan petani mengajarkan tata cara bertani. Setelah selasai mengaji atau sepulang sekolah Asep mulai belajar mencangkul kebun dan sawah, membuat saluran air, menanam aneka kacang, jagung, padi dan sayuran.
“Disinilah awal sejarahnya saya menyadari bahwa Allah Subhanahu Wata’ala sangat baik, baiiiiiiik sekali. Kenapa? Karena ternyata, selain kita diberikan anggota badan yang sehat, kita juga disediakan “pabrik” yang sangat luas. Pabrik yang sangat sehat, unik, langka, aneh tapi nyata. Apapun biji dan batang yang saya tancapkan ke tanah, bisa tumbuh, membesar dan menghasilkan dedaunan yang indah dan buah yang sangat segar,” ucapnya.
Selama bertani, Asep juga mengaku kembali mengingat pelajaran biologi di saat duduk di bangku SD, SMP. Karena selama mengeyam pendidikannya di SD dan SMP Asep mengaku sangat menyukai pelajaran biologi. Ketika sekolah di SD Kampung Baru II Purwakarta, Asep mengaku pernah diajarkan membuat ragi, mengenal aneka tanaman dan memelejari anatomi tumbuhan. Bahkan ada juga pelajaran bagaimana caranya mencangkok pohon.
Sedangkan ketika duduk di bangku SMP, tepatnya di SMP N 6 Purwakarta Asep mengaku memiliki kesan yang sangat luar biasa. Gedung sekolahnya berada di ujung perkampungan Purnawarman dan dikeliling kebun bambu. Bahkan, sekolahnya ini juga dekat dengan Sungai Cikao Purwakarta. Sungat terpanjang di daerah itu.
“Jadi kalau sedang istirahat, saya sering main ke Sungai Cikao yang ada di belakang sekolah. Masih cukup jauh sih dari lokasi sekolah. Tetapi antara sekolah menuju Sungai Cikao ini tidak ada rumah. Terhampar kebun yang cukup luas. Saya sering mengamati aneka tanaman di sekitar sekolah. Saya merasa nyaman ketika di suatu tempat banyak tanaman. Intinya sejak kecil saya suka dengan keindahan, pemandangan alam dan aneka tanaman,” terangnya.
Singat cerita, sambung Asep, ketika lulus sekolah SMA, dirinya bertemu dengan salah seorang pengusaha kaya raya asal Sumedang di terminal Pasar Malangbong. Pertemuannya itu tidak disengaja dan tidak direncanakan. “Saat itu saya pulang dari Bandung untuk mendaftar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Karena pulang malam, saya nongkrong di terminal sambil menikmati suasana Malam Alun-Alun Malangbong yang berada dekat dengan Pasar Malangbong. Saya melihat salah seorang kakek tua turun dari mobil mewah dan kemudian memesan kopi. Kemudian kakek itu duduk di samping saya dan tanpa basa basi langsung mengajak ngobrol,” ungkap Asep.
Asep mengatakan, kakek tua yang memiliki mobil mewah itu bertanya nama, asal dan cita-cita setelah lulus sekolah SMA. Asep tanpa merasa canggung menjawab semua pertanyaan pria tua itu. Asep mengaku ingin kuliah dan bisa bekerja di perusahaan besar. Namun ternyata jawaban itu mendapat pandangan yang lain dari si kakek.
“Si kakek ini seperti tidak mendukung saya memiliki cita-cita kuliah dan bekerja di perusahaan orang. Lalu dia bercerita pengalaman hidupnya. Katanya dia tidak menyelesaikan sekolahnya, karena ia harus bertani. Selama ia bertani, dia mendengar banyak kata-kata bijak tentang bumi. Semisal peribahasa orang Jepang. Menurut si Kakek, orang Jepang punya peribahasa bahwa Manusia Bisa Hidup Dari Tanah Sebesar Kelereng. Dia menggambarkan, apabila manusia menanam satu pohon Kacang Hijau, maka ketika dirawat dengan baik, Kacang ini akan tumbuh dengan lebat dan menghasilkan ribuan biji Kacang Hijau,” terangnya.
Demikian artikel mengenai “Bisnis Tanaman Hias” semoga bermanfaat (bersambung)