Selain itu, almarhum ibu tercintanya sangat menyukai Bunga Melati yang ditanam di pelataran rumahnya. Pohonnya yang cukup besar memiliki bunga yang cukup banyak. Sehingga ketika bunganya sudah tumbuh dewasa sering mengeluarkan aroma yang sangat menyegarkan.
“Almarhum ibu saya suka menyuruh saya untuk memetik Bunga Melati yang ada di halaman rumah. Setelah dipetik beliau suka mencium baunya lalu kemudian dicampurkan dengan Air Teh hangat. Aromanya sangat sedap. Saya memiliki kedekatan paling intens dengan almarhum ibu, sehingga apapun yang dilakukan ibu saya, saya tahu persis,” ujarnya.
Setelah lulus SMP, Asep dibawa keluarganya pindah ke kampung halamannya di Malangbong Garut Jawa Barat. Ayahnya yang berprofesi sebagai guru mengaji dan petani mengajarkan tata cara bertani. Setelah selasai mengaji atau sepulang sekolah Asep mulai belajar mencangkul kebun dan sawah, membuat saluran air, menanam aneka kacang, jagung, padi dan sayuran.
“Disinilah awal sejarahnya saya menyadari bahwa Allah Subhanahu Wata’ala sangat baik, baiiiiiiik sekali. Kenapa? Karena ternyata, selain kita diberikan anggota badan yang sehat, kita juga disediakan “pabrik” yang sangat luas. Pabrik yang sangat sehat, unik, langka, aneh tapi nyata. Apapun biji dan batang yang saya tancapkan ke tanah, bisa tumbuh, membesar dan menghasilkan dedaunan yang indah dan buah yang sangat segar,” ucapnya.
Selama bertani, Asep juga mengaku kembali mengingat pelajaran biologi di saat duduk di bangku SD, SMP. Karena selama mengeyam pendidikannya di SD dan SMP Asep mengaku sangat menyukai pelajaran biologi. Ketika sekolah di SD Kampung Baru II Purwakarta, Asep mengaku pernah diajarkan membuat ragi, mengenal aneka tanaman dan memelejari anatomi tumbuhan. Bahkan ada juga pelajaran bagaimana caranya mencangkok pohon.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues