Sedangkan ketika duduk di bangku SMP, tepatnya di SMP N 6 Purwakarta Asep mengaku memiliki kesan yang sangat luar biasa. Gedung sekolahnya berada di ujung perkampungan Purnawarman dan dikeliling kebun bambu. Bahkan, sekolahnya ini juga dekat dengan Sungai Cikao Purwakarta. Sungat terpanjang di daerah itu.
“Jadi kalau sedang istirahat, saya sering main ke Sungai Cikao yang ada di belakang sekolah. Masih cukup jauh sih dari lokasi sekolah. Tetapi antara sekolah menuju Sungai Cikao ini tidak ada rumah. Terhampar kebun yang cukup luas. Saya sering mengamati aneka tanaman di sekitar sekolah. Saya merasa nyaman ketika di suatu tempat banyak tanaman. Intinya sejak kecil saya suka dengan keindahan, pemandangan alam dan aneka tanaman,” terangnya.
Singat cerita, sambung Asep, ketika lulus sekolah SMA, dirinya bertemu dengan salah seorang pengusaha kaya raya asal Sumedang di terminal Pasar Malangbong. Pertemuannya itu tidak disengaja dan tidak direncanakan. “Saat itu saya pulang dari Bandung untuk mendaftar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Karena pulang malam, saya nongkrong di terminal sambil menikmati suasana Malam Alun-Alun Malangbong yang berada dekat dengan Pasar Malangbong. Saya melihat salah seorang kakek tua turun dari mobil mewah dan kemudian memesan kopi. Kemudian kakek itu duduk di samping saya dan tanpa basa basi langsung mengajak ngobrol,” ungkap Asep.
Asep mengatakan, kakek tua yang memiliki mobil mewah itu bertanya nama, asal dan cita-cita setelah lulus sekolah SMA. Asep tanpa merasa canggung menjawab semua pertanyaan pria tua itu. Asep mengaku ingin kuliah dan bisa bekerja di perusahaan besar. Namun ternyata jawaban itu mendapat pandangan yang lain dari si kakek.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues