LOCUSONLINE – MPK Desak Kejati Tetapkan Tersangka Kasus BIJ Garut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dikabarkan sedang menggarap dugaan korupsi di Bank Intan Jabar (BIJ) Kabupaten Garut dan katanya sudah ditemukan dugaan kerugian keuangan mencapai Rp. 10 Milyar. Kerugian tersebut secara resmi disampaikan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar, Riyono kepada sejumlah media, Kamis (12/01/2023) lalu.
Proses Penyidikan yang oleh tim Penyidik Kejaksaan Tnggi Jawa Barat telah dilakukan sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-33/M.2/Fd.1/01/2023. Artinya, kasus ini sudah pada tahap penyidikan.
Menyikapi dugaan kejahatan di tubuh BIJ Kabupaten Garut dan pernyataan resmi dari pihak kejati Jabar, Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) angkat bicara. MPK mengaku peduli terciptanya kepastian hukum. Untuk itu pihak MPK mengirimkan surat resmi kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat agar dalam waktu dekat dapat memberikan penjelasan secara koheren terhadap progres perkara dugaan Korupsi di Bank Intan Jabar (BIJ) Garut.
“Menurut Kejati Jabar, penyimpangan dalam pemberian kredit di BIJ Garut telah merugikan keuangan mencapai Rp. 10 Milyar. Namun sampai saat ini kami belum mendengar progres penanganan perkara BIJ Garut,” ujar Koordinator MPK, Asep Muhidin, SH,. MH melalui rilis yang disampaikan kepada media.
MPK meminta Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam waktu dekat dapat segera menetapkan tersangka kepada yang patut dan layak menyandangnya. Namun, apabila akan dihentikan, maka pihak MPK pun meminta Kejati Jabar untuk menyampaikan kepada publik.
“Tetapkan tersangka, atau apabila layak dihentikan dengan adanya kerugian keuangan mencapai Rp. 10 Milyar, maka sampaikanlah kepada publik,” ujarnya.
Asep Muhidin menegaskan, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang telah diubah oleh Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, pada Pasal 314 cukup jelas mengatur bahwa Kepala kejaksaan Tinggi dalam waktu untuk paling lama 10 hari sejak diterima laporan sebagaimana dimaksud Pasal 313 ayat (2) wajib memutuskan tindak lanjut penyidikan.
“Tindak lanjut tersebut diantaranya menetapkan tersangka atau menghentikan penyidikan supaya tidak berlarut-art atau memberikan kepastian hukum kepada semua pihak,” tandasnya.
Sosok yang akrab disapa Kang Apdar ini juga mengatakan, seperti disebutkan oleh Peraturan Jaksa Agung RI nomor: PER-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang telah diubah oleh Peraturan Kejaksaan Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung RI nomor PER-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
“Disini disebutkan, dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4, Kejaksaan dituntut mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum, mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan serta wajib menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat,” katanya.
Diakhir rilisnya, Asep Apdar juga menambahkan, berdasarkan putusan MK bernomor 98/PUU-X/2012, dalam melakukan pengawasan terhadap penanganan dugaan korupsi, maka pihak ketiga yang berkepentingan dapat melakukan peran sertanya sesuai dengan amanat Pasal 41 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah oleh UU 20 Tahun 2021 tentang Tipikor.
“Dalam Putusan MK nomor 98/PUU-X/2012 tersebut frase pihak ketiga yang berkepentingan diantaranya ada organisasi kemasyarakatan, bukan hanya pelapor dan korban. Dalam kasus ini, masyarakat secara umum adalah korban akibat adanya dugaan korupsi di BIJ Garut apabila kita melihat pengertian korupsi secara umum,” pungkasnya. (***)
(AsepAhmad)
JANGAN LUPA IKUTI CHANEL YOUTUBE KAMI JUGA YA!