LOCUSONLINE.CO – Salah seorang guru di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut terang-terangan menyebut salah satu oknum yayasan di Kota Santri melakukan perbuatan yang tidak terpuji, yaitu meminta sejumlah uang kepada pihak sekolah. Aksi ini pun disebutnya sebagai japrem atau jatah preman.
Namun, pengajar yang tidak mau disebut namanya itu secara tegas menyebutkan salah satu oknum yayasan pendiri sekolah melakukan pungutan dengan dalih yayasan tersebut sebagai pendiri sekolah.
“Dengan alasan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan itu dinaungi oleh yayasan, maka oknum pihak yayasan dengan seenaknya meminta uang pendidikan sekitar 10 hingga 15 persen dari dana yang diterima oleh sekolah,” ujar sumber kepada wartawan, saat berbincang di salah satu tempat di Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jumat sore, (20/10/2023).
Menurutnya, mengambil dana pendidikan oleh yayasan merupakan perbuatan tidak terpuji karena melanggar Undang- Undang tentang yayasan. Bahkan sumber menyebut, mengambil dana “japrem” dari lembaga pendidikan dilakukan oleh sejumlah oknum yayasan diduga ada kerjasama dengan oknum kepala sekolah.
“Bukan oknum yayasan saja yang berani mengambil uang dari program-program bantuan untuk kegiatan pendidikan, oknum kepala sekolah pun ikut berperan. Dan ini bukan satu oknum yayasan atau satu oknum kepseknya saja,” katanya.
Sumber berharap, semua yayasan dan kepala sekolah bisa memahami UU tentang yayasan, sehingga tidak seenaknya mengambil atau memberikan dana bantuan yang digelontorkan kepada lembaga pendidikan. Pengambilan dana pendidikan itu akan berakibat fatal terhadap proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
“Sesuai UU No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan sebagaimana diubah dengan No. 08 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Tahun 2001 tentang yayasan disebutkan bahwa selain bersumber dari hal-hal yang disebut dalam Pasal 26 UU Yayasan, penarikan dana dari lembaga pendidikan di bawah naungan yayasan tersebut tidak dibenarkan,” katanya.
Menurut sumber, yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
“Demikian yang dikatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan sebagaimana diubah dengan No. 08 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Tahun 2001 tentang yayasan,” papar sumber mengutip ketentuan yang berlaku di negara Indonesia.
sumber menambahkan, mengenai apakah yayasan dibenarkan menarik dana/uang dari lembaga pendidikan di bawahnya, maka hal ini berkaitan dengan kekayaan yayasan. Kekayaan yayasan itu sendiri diatur dalam Pasal 26 UU Yayasan.
“Pada ayat 1 disebutkan, kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Ayat 2 menegaskan, kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari, sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlak,” tandasnya.
Lebih jauh sumber juga membeberkan aturan lainnya, diantaranya dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan. Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
“Sedangkan dari penjelasan Pasal 26 ayat (2) UU yayasan diperoleh penjelasan bahwa sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wakaf adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum. Hibah adalah hibah dari orang atau dari badan hukum. Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris. Perolehan lain misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan,” katanya.
Sumber mengingatkan semua pemilik yayasan dan pengelola lembaga pendidikan untuk mentaati aturan tentang sumber kekayaan yang diperoleh yayasan hanya bisa didapat dari kelima hal. Adapun mengenai lembaga usaha yang di dalamnya terdapat penyertaan kekayaan yayasan, diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 7 UU yayasan.
“Pasal 3 UU Yayasan juga menegaskan, yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, sumber juga mengatakan, dalam Pasal 7 UU yayasan menegaskan, yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
“Melihat pada ketentuan di atas, jelas bahwa selain bersumber dari hal-hal yang disebut dalam Pasal 26 UU Yayasan, penarikan dana dari lembaga pendidikan di bawah naungan yayasan tersebut tidak dibenarkan. Kecuali jika dana dari lembaga pendidikan atau badan usaha di bawah yayasan adalah pembagian hasil usaha atas penyertaaan yayasan dalam badan tersebut,” terangnya.
Sumber berharap pihak Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Jabar Wilayah XI Kabupaten Garut untuk segera memeriksa semua kekayaan yayasan dan aliran dana dari lembaga pendidikan, serta memberikan sangsi tegas kepada oknum yayasan dan oknum kepala sekolah yang dengan sengaja menikmati dana bantuan untuk pendidikan.
“Semua harus tertib sesuai dengan aturan yang berlaku, jangan sampai pendirian yayasan dan lembaga pendidikan hanya untuk memperkaya diri dan melakukan eksploitasi manusia melalui jalur pendidikan. Ingat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Garut itu memperihatinkan,” tegasnya.
Sumber meminta wartawan untuk mengkonfirmasi pihak-pihak yang kompeten terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan pendidikan, baik oleh oknum yayasan atau oknum sekolah, khususnya setingkat SMA/SMK/MA.
“Salah satunya coba kroscek ke KCD Pendidikan Dapil XI Garut, apakah ada oknum yayasan dan oknum kepala sekolah yang memanfaatkan dana pendidikan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala KCD Pendidikan Provinsi Jabar Wilayah XI Kabupaten Garut, H. Aang Karyana, M.Pd saat dikonfirmasi media ini, Sabtu (21/10/2023) mengaku selama ini pihaknya belum mendapat pengaduan dugaan penyalahgunaan anggaran pendidikan oleh oknum yayasan atau kepala sekolah. “Belum ada pengaduan atau informasi tentang itu (penyalahgunaan dana bantuan pendidikan),” ujarnya.
Sementara, ketika ditanya, apabila ada laporan atau pengaduan penyalahgunaan anggaran dana bantuan pendidikan oleh oknum yayasan atau oknum kepala sekolah, Aang Karyana menegaskan, Akan koordinasi dengan pengawas pembinanya untuk konfirmasi ke sekolah, karena setiap bantuan pendidikan harus dipertanggungjawabkan penggunaannya,” pungkasnya. (Asep Ahmad)