“Sedangkan dari penjelasan Pasal 26 ayat (2) UU yayasan diperoleh penjelasan bahwa sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wakaf adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum. Hibah adalah hibah dari orang atau dari badan hukum. Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris. Perolehan lain misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan,” katanya.
Sumber mengingatkan semua pemilik yayasan dan pengelola lembaga pendidikan untuk mentaati aturan tentang sumber kekayaan yang diperoleh yayasan hanya bisa didapat dari kelima hal. Adapun mengenai lembaga usaha yang di dalamnya terdapat penyertaan kekayaan yayasan, diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 7 UU yayasan.
“Pasal 3 UU Yayasan juga menegaskan, yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, sumber juga mengatakan, dalam Pasal 7 UU yayasan menegaskan, yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues