LOCUSONLINE, JAKARTA – ICW (Indonesia Corruption Watch) telah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk lebih transparan dalam hal Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Peneliti ICW, Egi Primayogha, menekankan pentingnya transparansi dalam hal dokumen pengadaan, dokumen anggaran, serta daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap. Oleh karena itu, ICW telah mendatangi dan mengirim surat kepada KPU RI untuk meminta data yang mereka butuhkan. Kamis, 27/ 2
Egi menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan agar mereka dapat memeriksa bagaimana prosesnya dilakukan, apakah sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Selain itu, ICW juga mendorong KPU untuk melakukan audit terhadap Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara dalam Pemilu 2024.
” Audit tersebut penting dilakukan untuk mengetahui alasan mendasar mengapa KPU memilih Sirekap yang begitu kompleks dalam proses pemilu,” jelas Egi.
Egi juga menambahkan bahwa di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, ICW ingin memeriksa apakah ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap. Oleh karena itu, mereka ingin memeriksa dokumen terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan tidak akan terjadi. Langkah ini juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat sipil dalam mengakses informasi yang dimiliki oleh Badan Publik, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Menurut Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2019, KPU sebagai badan publik wajib memberikan respons dalam waktu paling lambat tiga hari kerja terhadap permintaan informasi yang diajukan.
Sebelumnya, anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) terkait kesalahan data antara Form C hasil yang diunggah ke Sirekap dengan data di tempat pemungutan suara (TPS). Betty menjelaskan bahwa sistem tersebut sangat tergantung pada manusianya, dan jenis sistem informasi yang digunakan juga sangat tergantung pada penggunanya. Oleh karena itu, hal ini menjadi bagian dari evaluasi yang dilakukan oleh KPU.
Betty menjelaskan bahwa pengunggahan data yang dilakukan oleh petugas KPPS di setiap TPS memerlukan infrastruktur yang memadai, seperti telepon genggam atau ponsel dan jaringan internet cepat. Data Form C hasil harus difoto menggunakan gawai oleh setiap anggota KPPS, dan kemudian foto tersebut dimasukkan ke dalam situs Sirekap.
Sirekap menggunakan teknologi pengenalan tanda optis (optical mark recognition/OMR) dan pengenalan karakter optis (optical character recognition/OCR). Teknologi ini memungkinkan untuk mengenali pola tulisan manual dan mengubahnya menjadi nilai angka. Dengan demikian, angka yang ditulis dapat difoto dan dikonversikan menjadi data numerik di Sirekap.
” Namun terdapat permasalahan ketika teknologi Sirekap tidak dapat mendeteksi foto tulisan angka dengan baik, sehingga terjadi perbedaan data numerik,” pungkasnya.
Idham Kholid, anggota KPU RI, juga mengatakan bahwa penghitungan suara sempat tertunda karena dilakukan sinkronisasi antara data TPS dengan data di Sirekap. Meskipun demikian, dia memastikan bahwa proses rekapitulasi yang dilakukan oleh petugas telah berlangsung di beberapa kota besar, termasuk Jakarta.
Laporan: Red
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues