LOCUSONLINE, JAKARTA – Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan, mengungkapkan bahwa perubahan tata guna lahan dari kawasan hijau menjadi industri menjadi salah satu penyebab terjadinya puting beliung di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jumaat, 23/ 2
Menurut Eddy, tanda-tanda indikasi pemanasan intensif di kawasan tersebut sudah terlihat sejak tanggal 19 dan 20 Februari 2024. Uap air dari berbagai arah masuk ke Rancaekek, sementara daerah sekitar tidak mengalami fenomena serupa.
Pemanasan intensif tersebut membuat Rancaekek menjadi pusat tekanan rendah secara tiba-tiba. Awan besar kumulonimbus berkumpul di kawasan tersebut. Eddy menjelaskan bahwa mekanisme lain, seperti desakan angin dari Australia pada ketinggian 850 meter, juga berperan dalam pembentukan puting beliung.
Ketika langit mulai gelap dan pekat, angin kencang, cahaya matahari tidak masuk, dan benda-benda kecil terangkat, itu menandakan fase pembentukan puting beliung dari pertumbuhan menjadi puncak. Saat angin mulai berputar, puting beliung tersebut akan menelan semua kawasan yang mengalami tekanan rendah.
Eddy menjelaskan bahwa perbedaan suhu yang tajam, dengan siang hari yang sangat panas dan malam hari yang sangat dingin, membuat Rancaekek berbeda dengan kawasan sekitarnya. Kawasan yang menerima cahaya matahari lebih dari 12,1 jam memiliki potensi besar menjadi pusat tekanan rendah, sehingga awan-awan di sekitarnya akan tersedot.
Pada 21 Februari 2024, puting beliung melanda Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, dengan pusat di Rancaekek. Dampak bencana ini mengakibatkan kerusakan pada 534 bangunan dan 835 Kepala Keluarga di lima kecamatan di dua kabupaten tersebut.
Laporan: Red