Adapun yang boleh pekerjaan itu disubkontrakan, sebut Asep, apabila pekerjaannya diatas Rp. 25 Milyar, yang dibawahnya tidak diperbolehkan disubkontrakkan, atau pinjam bendera. Sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan ilegal, karena tidak ada bagian pekerjaan yang disubkontrakkan sejak penawaran, kemudian tidak ada dalam kontrak, tiba-tiba di pelaksanaan terdapat pekerjaan yang disubkontrakkan.
“Hal ini menjadi pelanggaran yang wajib dikenakan sanksi dan sudah jelas itu adalah niat jahat,” katanya.

Upaya Pengembalian Kerugian Negara
Perlu diketahui, sebut Asep, meskipun ada upaya pengembalian kerugian yang dilakukan penyedia, itu tidak menghapus perbuatan pidana. Karena ini bukan dari kesalahan administrasi atau temuan auditor (BPK/Inspetorat) yang kemudian direkomendasikan sebagai Tuntutan Ganti Rugi (TGR), melainkan jelas adanya perbuatan melawan hukum, niat jahat karena meloloskan perusahaan yang diduga sebagian izin usahanya telah habis serta hasil pekerjaannya pun tidak sesuai dengan volume/spesifikasi. Otomatis kekuatan kontruksinya tidak akan lama.
“Bisa juga Jaksa mencermati Pasal 7 perjanjian kerjasama antara Kemendagri dengan Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian RI, disitu mengatur mana yang kesalahan administrasi. Tentunya harus mempedomani apa itu kesalahan administrasi dan apa kelalaian atau fraud yang menimbukan kerugian. Jadi, berikan publik pendidikan yang real dan benar sesuai kaidah dan norma hukum. Apalagi Pasal 4 UU Tipikor jelas mengatur. Jangan sampai kejaksaan berubah fungsi menjadi penagih dan penghitung pengembalian kerugian keuangan, tanpa melihat it fraud atau administrasi,” tegas Asep.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues