
Kibma mengaku heran dan mencurigai beberapa media nasional yang menghapus kasus pemberitaan viralnya video Aneu Nursifah yang saat ini sudah dihapus.
“Ko bisa, sekelas media nasional menghapus berita yang sudah disiarkan dan bahkan viral. Dengan kejadian ini kami menduga memang ada skenario besar dibalik dugaan kecurangan, gratifikasi dan jual beli suara pada Pileg 2024 di Kabupaten Garut,” imbuhnya.
Sejatinya, tegas Ahmad Sutisna, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara dapat menjaga netralitas dan independensi dalam mengawal demokrasi. Apalagi Jawa Barat sebagai etalase politik nasional dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia.
“Anggota KPU itu seharusnya menjaga integritas dan akuntabilitas lembaga. Sebagai elemen civil society yang konsen mengawal demokrasi bangsa yang berkeadilan kami menyampaikan empat tuntutan ke Polda Jabar,” tegasnya.
Empat tuntutan tersebut diantaranya:
- Mendorong APH dalam hal ini Polda Jabar untuk mengusut tuntas kasusgratifikasi yang melibatkan penyelenggara, dan pihak-pihak penyuap money politik demi tegaknya supremasi hukum dan kepercayaan publik terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
- Menulusuri dan meminta keterangan pemilik akun Tiktok anti.gratifiasi atas viralnya video beserta narasi yang telah dibuatnya.
- Meminta Ketua KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan praktek-praktek kotor politik uang dengan melakukan evaluasi dan tindakan hukum selanjutnya.
- Meminta penjelasan pihak media yang mentake down/menghapus kasus pemberitaan viral video Aneu Nursifah.
Terpisah, Anggota Komisioner KPU Provinsi Jawa Barat, Aneu Nursifah dan Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin ketika dimintai tanggapan terkait pelaporan Kibma ke Polda Jabar, dua-duanya mengaku belum mengetahui informasinya. “Sejauh ini saya tidak tahu,” ujar Aneu saat dihubungi, Jumat (22/03/2024).

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues