ArtikelLifestyleNews

Kemandirian Pangan Benteng Kedaulatan Bangsa

×

Kemandirian Pangan Benteng Kedaulatan Bangsa

Sebarkan artikel ini
Kemandirian Pangan Dasar Kedaulatan Bangsa
ilustrasi- Petani sedang panen raya

LOCUSONLINE, GARUT – Kenaikan harga beras masih berlangsung dan diperkirakan akan berlanjut beberapa waktu ke depan. Namun, inflasi beras diprediksi akan menurun seiring dengan peningkatan produksi yang bertepatan dengan musim panen pada April hingga Mei 2024.

Pada Februari 2024, komoditas beras masih menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, dengan kontribusi inflasi nasional sebesar 0,21 persen. Hampir semua provinsi mengalami inflasi beras.

Kenaikan harga beras yang telah berlangsung beberapa bulan ini menjadi salah satu tantangan yang merusak daya beli masyarakat. Inflasi beras ini sangat berdampak, terutama bagi rumah tangga miskin, karena lebih dari 50 persen pendapatannya dialokasikan untuk konsumsi pangan.

Untuk menstabilkan harga beras dan memastikan pasokannya tetap terjaga, pemerintah melakukan berbagai upaya, termasuk meningkatkan distribusi beras dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari 150 ribu ton menjadi 250 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait dalam mengatasi gejolak harga beras, seperti sinergi pengendalian inflasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Pemerintah juga melakukan impor. Pada Januari 2024, Pemerintah telah mengimpor 2,5 juta ton beras untuk menjaga ketersediaan pasokan dan cadangan beras pemerintah (CBP). Pemerintah kemudian menambah impor 1,6 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan domestik karena masa panen padi mundur yang semula diperkirakan pada Maret-April 2024. Hal ini dilakukan untuk mendukung upaya menjaga stabilitas harga secara keseluruhan.

Melihat kondisi inflasi ini, penting sekali memiliki kemandirian dan ketahanan pangan terutama beras. Pada 1984, Indonesia pernah mencatatkan sejarah dengan swasembada pangan karena berhasil memproduksi beras hingga 27 juta ton, sedangkan konsumsi beras dalam negeri sebanyak 25 juta ton.

Namun, setelah itu, swasembada pangan menjadi hal yang ingin diraih Indonesia kembali. Ketika mencapai swasembada pangan, pemerintah dan masyarakat tak perlu khawatir dengan ketersediaan pasokan beras.

Untuk itu, dibutuhkan inovasi dan langkah konkrit untuk memaksimalkan produksi padi dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian karena lahan pertanian sudah semakin menyusut dari masa ke masa.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah lahan pertanian telah beralih fungsi antara lain menjadi lahan permukiman dan industri. Sementara itu, pertumbuhan penduduk terus meningkat, bahkan pada 2024 tercatat ada sekitar 279 juta jiwa. Ini berarti kebutuhan pangan pun meningkat seiring bertambahnya penduduk Indonesia.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 Badan Pusat Statistik (ST2023), jumlah usaha pertanian di Indonesia pada 2023 tercatat sebanyak 29.360.833 unit usaha yang didominasi oleh Usaha Pertanian Perorangan (UTP) sebanyak 29.342.202 unit atau 99,94 persen.

Salah satu upaya peningkatan produktivitas pertanian secara signifikan yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah dengan optimasi lahan rawa untuk meningkatkan kemandirian pangan. Sebanyak 81 ribu hektare lahan rawa di Kalimantan Tengah dialokasikan pemerintah untuk dioptimasi sebagai langkah meningkatkan produktivitas padi.

Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air dan mengurangi risiko banjir atau genangan air yang bisa merusak tanaman pertanian.

Benih-benih berkualitas telah dihasilkan oleh para penemu dan peneliti dalam negeri. Benih yang tahan iklim diharapkan juga dapat diciptakan untuk mengantisipasi perubahan iklim. Optimalisasi lahan pertanian pun perlu ditingkatkan.

Insentif benih gratis juga diberikan kepada petani yang mau melakukan perluasan. Selain itu, pemerintah meningkatkan jumlah anggaran pupuk sebesar Rp14 triliun agar petani tidak perlu khawatir akan ketersediaan pupuk. Pupuk subsidi pun ditambah dari yang volumenya sebanyak 4,7 juta ton agar menjadi 7,5 juta ton.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, swasembada pangan menjadi solusi jangka panjang sehingga harga beras bisa terkendali dan ketersediaan pasokan terus terjamin.

Jika mampu memproduksi beras sendiri guna memenuhi kebutuhan domestik, maka harga beras akan lebih mudah terjaga. Pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat melalui produksi domestik, menjadi kunci penting dalam memastikan suplai atau stok beras aman bagi masyarakat.

Selain swasembada beras melalui peningkatan produksi beras, upaya berikutnya untuk mengendalikan harga beras adalah memastikan kelancaran distribusi beras. Jika distribusi beras di luar Jawa terlambat, maka itu akan berpotensi untuk meningkatkan harga beras.

Biaya transportasi juga harus dijaga karena tingginya biaya transportasi akan berpengaruh pada kenaikan harga komoditas juga.

Di tengah kenaikan harga beras yang masih terjadi, Pemerintah dapat mendorong diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras.

Pangan lokal beraneka ragam. Tidak hanya beras. Pilihan lainnya bisa berupa singkong, jagung, kentang, dan sorgum.

Editor: Red

zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8001
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8004
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8005
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8002
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8003
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

banner-amdk-tirta-intan_3_2
banner-amdk-tirta-intan_3_3
banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow

Eksplorasi konten lain dari Locus Online

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca