LOCUSONLINE, JAKARTA – Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 merupakan angka yang moderat: tidak mengkhawatirkan, tetapi perlu ditingkatkan perlindungannya. Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman yang didukung oleh Kedutaan Besar Belanda berkolaborasi dengan lembaga survei Populix merilis Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 di kawasan Menteng, Jakarta, pada 28 Maret lalu.
Indeks tersebut menunjukkan angka 59,8 dari 100 yang berarti jurnalis termasuk kategori agak terlindungi. Angka itu lebih rendah dibandingkan Indeks Kemerdekaan Pers 2023 yang dirilis Dewan Pers yaitu 71,57 atau cukup bebas, namun lebih tinggi dari angka World Press Freedom Index 2023 dari Reporters Without Borders (RSF) yang berada pada angka 54,83.
Temuan lainnya, sebanyak 45 persen jurnalis dari 536 responden mengaku mengalami kekerasan saat bekerja selama 2023, termasuk 49 persen dari 175 perempuan jurnalis yang menjadi responden.
Adapun kekerasan yang paling banyak dialami adalah dalam bentuk pelarangan liputan sebesar 46 persen, dan pelarangan pemberitaan sejumlah 41 persen.
Social Research Manager Populix Nazmi Tamara menjelaskan pihaknya membuat tiga pilar utama dalam menyusun indeks tersebut; yakni individu, pemangku kepentingan dan perusahaan media, serta peran negara dan regulasi.
Selain itu, terdapat satu faktor koreksi, yaitu data peristiwa kekerasan terhadap jurnalis yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selama 2019–2023.
Penyusunan indeks menggunakan metode campuran yang meliputi kuantitatif dan kualitatif. Pada kuantitatif, dilakukan survei terhadap 536 responden jurnalis aktif, terdiri atas 361 jurnalis laki-laki dan 175 perempuan jurnalis.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues