LOCUSONLINE, GARUT – Pada Kasus Pengeroyokan depan Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut, diduga kuat terdapat disparitas hukum. Untuk itu, pengacara para terdakwa, Asep Muhidin, S.H., M.H, akan surati Kapolres dan Kajari.
Asep Muhidin menjelaskan, berdasarkan keterangan para terdakawa di persidangan ada pelaku lain yang ikut terlibat pada kasus pengeroyokan. Namun anehnya, kendati para terdakwa sudah memberikan pernyataan kepada majelis hakim disaksikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun terduga lain ini tidak pernah diperiksa.
“Ini wajib dipertanyakan, karena ada dugaan pelaku yang sama-sama melakukan pengeroyokan tetapi sama sekali tidak diperiksa oleh penyidik Polres Garut. Kami akan lakukan langkah hukum atas kejanggalan ini, diantaranya akan melaporkan penyidiknya,” jelasnya.
Asep juga menyampaikan, sebelumnya Pengadilan Negeri Garut telah memberikan vonis hukuman 6 bulan penjara kepada terdakwa Dedi Hidayat yang dianggap bersalah oleh Majelis Hakim, yaitu telah melakukan penganiayaan menggunakan tangan kosong dengan tenaga bersama-sama kepada korban Oim Abdurohim di depan Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut sebagaimana diatur dan diancam Pasal 170 KUHP.
Ternyata, berdasarkan hasil pengembangan, ada pihak lain selain terdakwa Dedi Hidayat. Selama persidangan berlangsung Pengadilan Negeri Garut ada terduga pelaku lain, diantaranya 3 orang dan sudah disidangkan. Sementara, satu orang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Namun terdapat kejanggalan ketika dari fakta persidangan dan hasil pemeriksaan penyidik, dimana nama Megi Setiadi yang disebut oleh para terdakwa telah ikut atau turut serta melakukan penganiayaan tidak pernah diperiksa oleh penyidik Polres Garut. Ini sangat bahaya bagi penerapan hukum yang adil bagi masyarakat,” ungkap Asep.
Lebih lanjut Asep mengatakan, karena adanya potensi disparitas penerapan hukum kepada seluruh pelaku, maka pihaknya sebagai kuasa hukum ke empat terdakwa akan mengirimkan surat kepada Kapolres Garut dan Kejaksaan Negeri Garut guna mempertanyakan apa alasan hukumnya.
“Kenapa atas nama Megi Setiadi sama sekali tidak diperiksa penyidik dan kejaksaan tidak memberikan petunjuk serta arahan kepada penyidik. Kan aneh. Ini bahaya bagi keadilan dan rakyat biasa yang tidak berduit. Ini negara hukum sehingga semuanya harus diperlakukan sama,” ujarnya.
Selaku Kuasa Hukum dari para terdakwa, Asep tidak menginginkan karena ada uang dan jabatan, maka orang yang berhadapan dengan hukum penerapan hukumnya bisa berbeda. “Itu tidak kami harapkan, bahkan aparat penegak hukum lainnya pun pasti tidak ingin itu terjadi,” ungkapnya.
Dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), tegas Asep Muhidin, sangatlah jelas, Dede Wawan Setiawan sebagai Kades Padasuka Kecamatan Cikajang memberikan keterangan yang menyebutkan bahwa Megi Setiadi ada dalam kerumunan yang melakukan pengeroyokan, tapi anehnya penyidik tidak memeriksa Megi.
“Kalau hal ini dibiarkan akan berbahaya, jadi kami akan mempertanyakan dulu secara resmi kepada penyidik polres Garut dan JPU Kejaksaan Negeri Garut, kalau tidak direspon atau tidak ditindak lanjuti. Kami tidak segan-segan akan melaporkannya ke Mabes Polri dan JAM Pengawasan,” tegas Asep Muhidin.
Asep pun mengungkapkan fakta persidangan sangat jelas, saksi-saksi menlihatnya, bahkan memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim bahwa Dede Wawan Setiawan memiting korban dan Megi Setiadi menendang korban, sambil memvidiokan aksinya dan tidak melakukan pemisahan atau membantu melerai.
“Undang-undang juga mengatur apabila kita mengetahui adanya dugaan pidana maka kita wajib memberikan pertolongan, bukan memvidiokan. Itu diatur dalam Pasal 531 KUHP,” ungkapnya.
Sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nilai Pancasila sebagai landasan moril, perbuatan Megi Setiadi itu tidak patut untuk dilakukan. Karena, dari asalnya merupakan perbuatan yang buruk (mala in se) seharusnya memberikan pertolongan, bukan malah bangga membuat vidio terjadinya aksi kekerasan terhadap orang lain.
“Ini sangat janggal dan harus diketahui apa motif membuat dokumen video terhadap aksi kekerasan yang menyebabkan luka kepada orang lain. Kehadiran Megi di lokasi kejadian dan disebut oleh para terdakwa Megi juga melakukan tendangan kepada korban sekaligus membuat dokumentasi video, maka artinya diduga kuat sudah ada niat jahat. Lalu, kenapa Penyidik dan JPU tidak memeriksa Megi,” pungkasnya. (asep ahmad)