Pelaksana Tugas Inspektur Daerah Kabupaten Garut, Natsir Alwi, menambahkan bahwa pengelolaan aset pemerintah daerah tidak hanya meliputi BMD, tetapi juga aset dari pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah.
“Pengelolaan aset yang kurang bijaksana dapat menimbulkan pemborosan atau tidak efisiensi karena adanya beban pengeluaran untuk biaya perolehan dan pemeliharaan aset yang lebih besar dibanding manfaatnya,” jelas Natsir Alwi.
Ia menekankan bahwa pengelolaan BMD memerlukan tiga fungsi utama, yaitu perencanaan yang tepat, pelaksanaan atau pemanfaatan yang efisien dan efektif, serta pengawasan atau monitoring yang harus dilaksanakan secara tepat.
Natsir Alwi juga mengingatkan tentang 10 titik rawan korupsi dalam pengelolaan BMD yang telah diamanatkan oleh KPK, yaitu:
1. BMD yang tidak tercatat
2. Keengganan untuk melakukan sertifikasi BMD
3. Keamanan fisik BMD yang kurang terjamin
4. Pemanfaatan aset yang tidak memberikan nilai tambah bagi pemerintah daerah
5. Pengadaan BMD yang tidak berdasarkan kebutuhan
6. Kurangnya koordinasi antara BPKAD dengan OPD teknis
7. Kewajiban prasarana sarana umum (PSU) yang tidak dipatuhi oleh pengembang
8. BMD yang dikuasai oleh pihak ketiga yang dibiarkan oleh pemerintah daerah
9. Keterlambatan respon atau temuan hasil audit
10. Penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, teman, dan keluarga
“10 titik rawan inilah yang diamanatkan oleh KPK yang harus ditindaklanjuti oleh semua pemerintah daerah, karena hal-hal seperti itu akan mengakibatkan kerugian daerah dan menarik perhatian KPK untuk melakukan penyelidikan,” tegas Natsir Alwi.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues