LOCUSONLINE, GARUT – Kepolisian Daerah Jaw Barat (Polda Jabar) menganulir 2 (dua) orang daftar pencarian orang (DPO)/ 2 DPO Pembunuh Vina Fiktif pada kasus pembunuhan vina cirebon, jawa barat. Pernyatan tersebut disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan saat konfrensi pers.
“Sejauh ini, fakta di penyidikan kami, tersangka atau DPO itu 1 bukan 3. Jadi semua tersangka 9 bukan 11,” ujar Surawan saat konferensi pers di Mapolda Jabar yang juga menghadirkan Pegi, Minggu (26/5/2024).
Pernyatan tersebut pun mendapatkan berbagai tanggapan dari publik, bahkan Pengacara keluarga korban, Vina, Hotman Paris mempertanyakan alasan hukum polda jabar menganulir 2 orang DPO/ 2 DPO Pembunuh Vina Fiktif. Padahal, kata Hotman, daftar pencarian orang (DPO) itu sudah ada dan disebutkan dalam putusan pengadilan.
Pelaku Korupsi di Garut Ongkang-ongkang Kaki, Penasihat Polisi Disentil
Terpisah, Kejaksaan Negeri Garut dituding merubah adanya perbuatan melawan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pembangunan Joging Track pada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Garut tahun 2022.
“Ada dugaan upaya kejaksaan merubah adanya perbuatan melawan hukum menjadi kesalahan administrasi agar kasu ini tidak bisa diteruskan yang mengacuan pada perjanjia kerja sama antara Kemendagri dengan Kejaksaan RI dan Kepolisian RI yang ditandatangani 28 Februari 2018”, sebut Pelapor, Asep Muhidin, Jum’at (31/5/2024).
Namun perlu diketahui, sambung Asep, pada Pasal 7 ayat (5) perjanjian kerjasama tersebut cukup jelas mengatur kesalahan administrasi itu kriterianya tidak terdapat kerugian keuangan negara/daerah, lalu apabila ada kerugian, maka dikembalikan melalui tuntutan ganti rugi (TGR) paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak LHP APIP atau LHP BPK diterima pejabat.
Pada kasus dugaan korupsi Joging Track ini, Asep menyebutkan awal kerugian ditemukan bukan berdasarkan pemeriksaan APIP atau BPK, tetapi adanya pengaduan masyarakat. Lalu diperiksa secara investigatif/investigasi/audit khusus/audit tujuan tertentu.
“Perlu cermat dalam mencermati maksud frase pasal 7 perjanjian kerjasama tersebut, kami sebagai pelapor dapat mempertanggungjawabkan bahwa pada proses lelang, pengerjaan sampai dengan penerimaan hasil pekerjaan ada perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah, kami membayar jasa tenaga ahli dalam melakukan perhitungan itu, tidak sembarangan” sebut Asep.
Saat ini, oknum-oknum yang tersangkut pada dugaan korupsi joging track, Asep menyebutkan, mereka sedang ongkang-ongkang kaki, karena Kejaksaan Negeri Garut diduga diintervensi oleh oknum Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan petinggi Jaksa.
Asep menyinggung, sekarang sedang ramai lagi kasus pembunuhan vina yang sudah 8 tahun tenggelam, bahkan Pegi alias Perong telah ditetapkan tersangka oleh Polisi. Berkaca dari kasus itu, Asep berpandangan hukum yang berlaku saat ini adalah viral, bukan hukum positif yang dipelajari dikampus-kampus, istilahnya sering banyak yang menyebut no viral no justice, saya sangat sedih dan sakit sebagai orang hukum tetapi ilmu hukum bisa kalah oleh viral.
“dalam waktu dekat, kami akan menggugat Kejaksaan Negeri Garut, jangan sampai para pengamat dikota besar dalam menyampaikan komentarnya seperti dimedia menganggap mudah, contohnya penasihat Polri pada acara-acara TV selalu bilang penyidik profesional, coba anda turun kedaerah dan sentuh rakyat biasa” ujarnya.
Tim locus online masih meminta klarifikasi kepada Kejaksaan Negeri Garut namun belum mendapatkan jawaban dari Kepala Kejaksaan. (Asep Ahmad/Red.01)