Asep menilai, kalau hanya informasinya itu-itu saja, berarti tidak ada progres. Kalau caranya begitu baiknya disampaikan dan dibuka kepada publik apa kendalanya, jangan dijadikan ajang pemanfaatan dan pembenaran.
Menurut kejaksaan, kata Asep, dulu pernah menyampaikan kalau kerugiannya tidak terlalu besar, bahkan sedang proses pengembalian kerugian.
“Dulu ada penyampaian kerugian keuangan negara/daerah tetapi kecil atau tidak besar, dan sedang ada proses pengembalian kerugian. Namun pengembalian kerugian itu bukan menghapus perbuatan pidana, tetapi hanya meringankan. Terlebih tujuan penegakan hukum dalam Tipikor akan diapresiasi ketika penegak hukum memberikan sanski pidana dan memulihkan kerugian, bukan hanya memulihkan saja, kecuali hapus dulu Pasal 4 UU Tipikor”, tegas Asep.
Menurutnya, ini bukan hasil pemeriksaan rutin yang akan menimbulkan tuntutan ganti rugi, tetapi adanya pengaduan lalu diperiksa.
“Kalau ini berasal dari hasil pemeriksaan APIP atau BPK, maka akan muncul tuntutan ganti rugi, tetapi ini kan dari pengaduan masyarakat, sehingga hasil audit itu jadi bahan jaksa membuat terang kasus ini. Apalagi terdengar isyu perbuatan melawan hukum mau diubah jadi kesalahan administrasi, kan keliru” katanya.
Masa hukum harus dikesampingkan karena tidak viral seperti kasus pembunuhan vina, kan ngaco. Percuma sekolah hukum kalau begitu, sudah saja buat viral saja, pungkasnya.
Asep menduga, perkara ini seperti akan dimasukan kandang biar aman karena ada dugaan intervensi oknum petinggi jaksa, tapi apakah ini benar atau hoaxs, tentu lihat hasil kerja Kejaksaan Negeri Garut saja, pungkasnya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues