Yanti menjelaskan bahwa percakapan dalam akun Facebook tersebut hanyalah obrolan biasa antara anak muda, yang tidak relevan untuk dijadikan bukti dalam kasus pembunuhan.
Ia juga mengkritik upaya kepolisian yang mencoba mengaitkan status-status Facebook tersebut dengan Pegi.
“Status-status tersebut hanya merupakan obrolan biasa, jadi mengapa harus dijadikan alasan untuk menuduh Pegi sebagai pelaku dari status tersebut, padahal tidak relevan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sugianti menyatakan kecurigaannya terhadap akun Facebook Pegi yang kini tidak dapat diakses.
Dia juga menyoroti bahwa Pegi tidak pernah dipanggil dengan nama ‘Perong’ oleh siapapun, baik teman, keluarga, maupun orang lain.
“Kami mencurigai ada hal yang tidak wajar terkait akun Facebook ini, karena saat ini akun tersebut sudah tidak dapat diakses,” katanya.
Yanti juga menilai bahwa kepolisian terlalu terburu-buru dalam menuduh Pegi sebagai pelaku pembunuhan Vina dan Eki pada tahun 2016, mengingat bukti yang ada masih sangat lemah.
“Dengan mencoba mengaitkan akun Facebook Pegi, kami sebagai kuasa hukum merasa bahwa kepolisian terlalu terburu-buru menuduh Pegi sebagai pelaku pembunuhan Vina dan Eki pada tahun 2016,” ujarnya.
Menurut Yanti, upaya mencari kesalahan terhadap Pegi Setiawan, termasuk melalui pemeriksaan psikologi, menunjukkan bahwa kepolisian masih belum memiliki bukti yang kuat untuk mendukung tuduhan mereka.
“Saya yakin bahwa hingga saat ini, bukti yang dimiliki kepolisian masih sangat lemah, sehingga mereka mencoba mencari-cari kesalahan, termasuk saat melakukan tes psikologi kemarin,” ucap Yanti.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues