LOCUSONLINE, JAKARTA – Komjen Polisi Purnawirawan Susno Duadji memprediksi bahwa Pegi Setiawan alias Pegi alias Perong akan menang dalam sidang praperadilan. Pegi, yang saat ini berstatus tersangka, diduga sebagai dalang dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada Agustus 2016.
Hal ini disampaikan Susno dalam acara Kabar Petang tvOne pada hari Kamis (13/6/2024).
“Penyidik hingga saat ini masih kesulitan mendapatkan bukti lain selain dari keterangan saksi, seperti saksi Aep dan Dede. Namun, bukti dari saksi yang disajikan penyidik terbilang lemah. Terlebih lagi, ada sejumlah saksi yang menguatkan alibi dari Pegi Setiawan,” ujar Susno.
Susno menekankan pentingnya agar hakim tunggal dalam praperadilan tidak menggunakan saksi dari penyidik sebagai bukti. Selain kesaksian yang lemah, penyidik juga belum memiliki cukup bukti forensik yang mendukung status tersangka Pegi.
“Alat bukti seperti visum juga tidak cukup kuat untuk menunjukkan Pegi Setiawan sebagai pelaku. Selain itu, sidik jari Pegi atau CCTV yang dapat membuktikan keberadaannya pada saat kejadian sulit untuk didapatkan. Kita menunggu keadilan dari hakim,” tambahnya.
Susno berharap agar sidang praperadilan ini berjalan dengan adil. “Semoga sidang berjalan dengan adil. Jika dilihat dari bukti yang ada, sulit untuk menyatakan bahwa penangkapan Pegi adalah sah. Itu merupakan tantangan yang sulit,” jelasnya.
Sidang praperadilan Pegi dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 24 Juni 2024 di Pengadilan Negeri Bandung, seperti yang diumumkan oleh Muchtar Effendy, Kuasa Hukum Pegi Setiawan.
“Ini akan dimulai pada tanggal 24 Juni 2024 di PN Bandung. Kami mengajak media untuk terus mengikuti perkembangan dan memberikan doa serta dukungan agar kami dapat menemukan fakta sejati dan klien kami dibebaskan dari tuduhan yang menurut kami tidak berdasar,” ucap Muchtar pada hari Kamis (13/6/2024). Muchtar menjelaskan bahwa praperadilan dilakukan karena kliennya dianggap tersangka tanpa dasar dan bukti yang kuat.
“Jika Polda Jabar memiliki bukti, pada konferensi pers pertama tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan klien kami dalam tindak pidana. Sejak tahun 2016, klien tidak pernah dipanggil polisi atau diperiksa, sehingga kami merasa perlu untuk mengajukan praperadilan,” pungkasnya.
Editor: Red