LOCUSONLINE.CO, GARUT – Pimpin Sidang Praperadilan SP3 Dugaan Korupsi Dana BOP mirip Hakim Eman Sulaeman. Pada persidangan Praperadilan sah atau tidaknya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap dugaan korupsi Reses dan dana Biaya Operasional Pimpinan (BOP) Pimpinan DPRD Garut periode 2014-2019 yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Garut terus bergulir.
Hari kedua Sidang Praperadilan, Selasa, 6 Agustus 2024, Hakim tunggal Sandi Muhammad Alayubi, S.H., M.H mengeluarkan statmen persis dengan Hakim Eman Sulaeman dari Pengadilan Negeri kelas 1A Khusus Bandung yang memimpin sidang Praperadilan Pegi Setiawan beberapa waktu lalu.
Hakim Eman pernah mengatakan agar para pihak, baik pemohon maupun termohon jangan berusaha mendekati dirinya untuk mempengaruhi putusan sidang yang dipimpinnya.
Begitupun Hakim Sandi yang kini menjadi Hakim tunggal pada persidangan Praperadilan terbitnya SP3 BOP dan Reses DPRD Garut yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Garut.
Hakim yang diperkirakan sudah bekerja selama 18 tahun itu menyatakan hal yang sama kepada kuasa hukum pemohon yakni Asep Muhidin, SH.,MH dan kepada termohon yakni Kejaksaan Negeri Garut melalui Kepala Seksie Pidana Khusus (pidsus) Donny Ferdiansyah Sanjaya, SH., MH beserta dua jaksa lainnya.
“Jangan ada yang berusaha menemui saya untuk mempengaruhi hasil putusan. Jangan mengajari saya, karena saya sudah 18 tahun menjadi Hakim,” ujar pengacara pemohon yang juga pengacara Pegi Setiawan, Asep Muhidin, SH., MH menirukan ucapan Hakim.
Asep meyakini, dengan adanya pernyataan Hakim Sandi ini, pihaknya mencurigai telah ada upaya oknum yang mencoba masuk dan memberikan sesuatu kepada Hakim untuk mempengaruhi hasil putusannya agar Permohonan Praperadilan ini ditolak. Karena ini masalah dugaan Korupsi Pimpinan DPRD Garut yang memiliki pengaruh, baik secara politik maupun kekuasaan jabatan.
“Ini hanya asumsi saya. Kenapa Pak Hakim Sandi berbicara seperti itu kepada saya pemohon baik kepada Jaksa dari Kejari Garut sebagai termohon. Sepertinya ada pihak-pihak yang mau mempengaruhi putusan Praperadilan ini,” terangnya.
Asep menegaskan, kalau memang penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan itu telah sesuai dengan prosedur, kenapa harus galau?.
“Pada persidangan hari kedua kemarin, beberapa bukti surat yang disampaikan kepada majelis tetapi isinya ditutup, sehingga dengan tegas dikritik majelis hakim. Saya pun dengan tegas menolaknya, karena menurut sata bukti yang disampaikan kepada hakim tidak utuh,” paparnya.
Menurut Asep Muhidin, seharusnya tim dari Kejaksaan Negeri Garut memahami Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 032/A/JA/08/2010 tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan Republik Indonesia.
“Jangan aneh-aneh lah. Jangan sampai saya mengeluarkan kata dungu, karena ketika aturan memerintahkan terbuka atau transparan, tetapi malah dianggap dokumen rahasia,” jelasnya.
Asep juga menjelaskan, hari ini, Rabu 7 Agustus 2024 persidangan akan digelar kembali dengan agenda pemeriksaan saksi. Agendanya, sebagai pemohon, tim Asep Muhidin akan menghadirkan 2 orang saksi.
“SP3 yang dikeluarkan oleh Kejari Garut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kami menilai ada kejanggalan sehingga kami sampaikan permohonan Praperadilan ke PN Garut. Hari ini insya Allah akan saya hadirkan dua orang saksi,” katanya.
Asep berharap, dugaan tindak pidana korupsi itu harus diproses secara profesional, sehingga bisa menimbulkan efek jera kepada para pelakunya.
“Masa yang terduga korupsi tidak sampai disidangkan. Padahal perbuatan tercela ini bisa merugikan semua elemen masyarakat, bangsa dan negara. Tapi, masyarakat yang berselisih dan sudah berdamai harus dipenjara sampai 6 bulan lamanya. Kan ngaco,” pungkas Asep Muhidin.
Sementara itu, pegiat anti korupsi sekaligus tokoh masyarakat Garut yang sejak lama mengikuti proses hukum dugaan korupsi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir), dana BOP dan Reses DPRD Garut, merasa heran dengan terbitnya SP3.
“Saya juga merasa heran kok terbit SP3. Sejak pertama kali masyarakat mengajukan audensi terkait dugaan korupsi Pokir dan diterima Kajari Pak Azwar sekitar tahun 2020 lalu, saya ikut hadir. Sampai saat ini saya terus mengikuti perkembangannya,” ujar Ketua Garut Governance Watch (GGW), Agus Sugandhi saat ditemui di rumahnya.
Senada dengan Asep Muhidin, Agus Sugandhi menegaskan, dugaan tipikor yang sudah sampai pada tahapan penyidikan ini menjadi perhatian publik. Karena, korupsi merupakan Extra Ordinari Crime dan kerugiannya berdampak luas.
“Korupsi itu kejahatan luar biasa. Sehingga ketika Kejari Garut melakukan penyelidikan sampai menaikan statusnya ke tingkat penyidikan kami sebagai masyarakat sangat antusias. Karena tidak mungkin sampai naik ke penyidikan kalau tidak ada alat bukti yang cukup,” katanya.
Agus berharap, keberanian warga Garut yang menyampaikan permohonan Praperadilan SP3 dugaan korupsi dana BOP dan Reses DPRD Garut sebuah terobosan yang baik bagi penegakan supremasi hukum.
“Melalui Praperadilan ini bisa menjadi wahana edukasi dan memperkuat kepastian hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Apapun hasilnya nanti pemohon dan termohon bisa mendapatkan wawasan yang bermanfaat bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Pewarta: Bhegin
Editor: Red