Pasal 165 ayat (1) menyebutkan “Dalam hal pimpinan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1) belum terbentuk, DPRD kabupaten/kota dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD kabupaten/kota.” Lalu pada ayat (3) nya mengatur “Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD kabupaten/kota ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD kabupaten/kota. Jadi harus ada dan diumumkan hasil musyawarah perwakilan partai politik tersebu.
“Jadi pertanyaannya, Pimpinan DPRD ini wakil rakyat atau wakil partai? Kan sudah jelas kursi terbanyak partai Golkar, lalu suara terbanyak adalah Aris Munandar sekitar 20.227 suara, kenapa jadi Iman Alirahman yang jadi ketua sementara DPRD…?,” ucapnya penuh rasa heran.
Asep Apdar juga menyerukan untuk membaca Pasal 148 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda, jelas disebutkan “DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota”, bukan lembaga perwakilan partai.
Jika yang menjadi aturan adalah suara terbanyak dan kursi terbanyak, Asep Muhidin pun mempertanyakan dipilihnya pimpinan atau ketua sementara dasarnya apa?, apakah karena ketua umum Golkar mengundurkan diri lalu alasannya SK belum ditandatangan oleh ketua umum partai? Selama ini darimana saja dan kemana saja.
“Saya meminta pemerintah memberikan alasan hukum yang sehat dan bukan pembenaran, bukan retorikan karena seama ini hanya pembenaran saja yang disampaikan, alasan yuridisnya gak ada. Saya mohon kepada Pemerintah Kabupaten Garut, bisa memberikan alasan hukum. Jangan alasan politik, kenapa menetapkan pimpinan sementara?,” serunya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues