“Bukti surat tersebut didasarkan pada keterangan Jaksa Kejaksaan Negeri Garut dalam sidang praperadilan sebelumnya, yang menyatakan adanya potensi kerugian negara dari BOP sebesar Rp. 40 Miliar dan Pokir Rp. 140 Miliar,” jelasnya.
Tim advokasi juga akan menyertakan putusan hakim dalam sidang praperadilan sebelumnya sebagai alat bukti surat.
“Kami yakin KPK akan menindaklanjuti laporan kami karena kerugian negara yang cukup besar dan bukti-bukti yang kuat,” ujar perwakilan tim advokasi.
Lalu berdasarkan pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyebutkan;
“Hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung merupakan pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang berada pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung”.
Artinya hakim dinyatakan sebagai pejabat negara, oleh karena itu produk hukum hakim yang berupa putusan dapat menjadi alat bukti surat. Surat dikatakan memiliki nilai keabsahan apabila memenuhi beberapa kualifikasi yaitu terkait keaslian dokumen, isi sebuah dokumen, dan apakah dokumen tersebut dilaksanakan sesuai dengan isinya.
“Dengan demikian putusan hakim bisa sah untuk dijadikan sebagai alat bukti surat,” paparnya.
Langkah ini diambil setelah Kejaksaan Negeri Garut mengeluarkan SP3 terhadap kasus dugaan korupsi tersebut. Tim advokasi menilai bahwa SP3 yang dikeluarkan tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Mereka berharap dengan laporan ke KPK, kasus ini dapat diusut tuntas dan para pelaku dapat diproses hukum. (Asep Ahmad)

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues














