LOCUSONLINE.CO, GARUT – Dugaan korupsi di tubuh Bank Intan Jabar (BIJ) Garut kini kembali menghangat. Pasalnya, ditengah-tengah proses hukum yang melanda perusahaan perbankan milik Pemerintah tersebut sedang berjalan di Pengadilan Negeri kelas 1A khusus Bandung, kini malah muncul pengakuan mengejutkan dari salah satu kuasa hukum terdakwa terkait dugaan aliran uang ratusan juta dari oknum BIJ Garut mengalir ke sejumlah pejabat.
Bahkan, advokat ini mengaku telah mendengar tentang siapa saja pejabat yang telah menerima aliran dana dari oknum BIJ Garut. Advokat tersebut mengatakan, pejabat-pejabat yang diduga telah menikmati aliran dana dari BIJ Garut merupakan pejabat di lingkungan eksekutif dan lembaga legislatif.
“Ada keterangan dari salah satu saksi, bahwa ada sejumlah uang yang telah diserahkan kepada Bupati Garut dan pejabat di DPRD Garut. Tetapi keterangan tersebut tidak disertai dengan bukti,” ujar Ariel James, kuasa hukum mantan Pimpinan Cabang BIJ Banjarwangi kepada wartawan, baru-baru ini.
Setelah informasi dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat Garut terkuak, warga dan media massa pun terus mencari tahu tentang kebenarannya, tanpa terkecuali media ini. Tim Redaksi locusonline.co dan Surat Kabar Locus melakukan pendalaman ke lapangan.
Menariknya, berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, salah satu pejabat yang diduga menerima uang dari salah satu mantan pejabat di BIJ Garut, secara terang-terangan mengakui berita yang beredar.
“Saya gak mau membohongi diri sendiri. Saya gak mau karena kebohongan saya, malah membuat hidup saya tidak nyaman. Saya akui telah menerima uang dari salah satu orang dengan pengakuan uang tersebut merupakan pemberian pribadi, bukan uang perusahaan,” ujar A kepada wartawan.
Pejabat ini mengaku akan melakukan langkah hukum, karena merasa dijebak. Bahkan, pejabat inipun bersedia mengembalikan uang tersebut jika memang itu diminta dan diharuskan. Sedangkan jumlah uangnya mencapai Rp 10 Juta.
“Waktu diberi uang itu saya terus bertanya, uang apa dan untuk apa. Katanya uang pribadi dan bukan kepentingan apa-apa. Untungnya uang itu tidak saya gunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi dibagikan kepada teman-teman saya dan kegiatan sosial,” katanya.
Namun setelah beberapa waktu, sambung A, banyak orang yang mencarinya dan menanyakan adanya aliran dana dari BIJ Garut. “Orang-orang yang datang itu mengaku mendapat informasi langsung dari pihak-pihak yang telah memberikan uang itu kepada saya. Saya merasa dijebak,” tandasnya.
Sementara itu, salah seorang narasumber yang meminta identitasnya tidak disebutkan mengatakan, aliran dana dari oknum petinggi BIJ Garut berkaitan dengan salah satu pelaksanaan penyertaan modal. Namun demikian, sumber mengaku tidak mengetahui maksud dan tujuan pembagian uang tersebut untuk apa.
“Saya juga heran, kenapa uang sebanyak itu harus dibagi-bagi. Uang yang dibagikan itu bervariatif. Ada yang Rp 10 Juta, Rp 5 juta, Rp 100 Juta dan Rp 50 juta. Saya tidak tahu kenapa uang sebanyak itu dibagi-bagi kepada pihak-pihak yang tidak ada kaitan dengan BIJ Garut,” akunya.
Sumber juga menjelaskan, informasi beredarnya uang dari oknum BIJ ke oknum pejabat eksekutif dan legislatif memang benar. Namun persoalannya, pemberian uang tersebut tidak disertai dengan bukti.
“Katanya, pihak yang menghantarkan uang itu atas perintah seseorang. Tujuannya apa, si “kurir” ini hanya menjalankan tugas saja. Saya menyebut orang yang menghantarkan uang-uang tersebut sebagai kurir saja. Dia tidak tahu menahu secara detail tujuannya untuk apa,” jelasnya.
Rp 210 Juta Diperoleh Dari Cabang-Cabang BIJ Garut
Berdasarkan investigasi tim Redaksi locusonline.co, uang yang dibagikan oleh oknum petinggi BIJ Garut kepada sejumlah oknum pejabat eksekutif dan legislatif nilainya mencapai kurang lebih Rp 210 Juta. Uang tersebut merupakan sumbangan dari setiap cabang.
“Uang itu sebagai bantuan yang diperoleh dari beberapa cabang BIJ Garut. Nilainya rata-rata Rp 30 Juta,” katanya.
Tim Redaksi Locusonline.co pun mulai mencari tahu benang merah dari persoalan dugaan korupsi BIJ Garut. Jika mengurai kasus di tubuh BIJ Garut, maka ada berbagai alur dan peristiwa yang bisa menjadi petunjuk. Pertama, hanya BIJ Cabang bisa mengeluarkan pinjaman dengan batas maksimal Rp 50 Juta per debitur. Kedua, apabila ada pinjaman diatas Rp 50 Juta, maka setiap cabang harus berkoordinasi dengan KCU (Kantor Cabang Utama). Ketiga, setiap cabang diwajibkan untuk menekan NPL ( Non Performing Loan). Keempat, dengan alasan kewajiban menekan NPL, oknum-oknum dari cabang BIJ Garut membuat perbuatan tindakan pidana dengan membuat kreditur fiktif dan kreditur topengan.
“Dari kredit fiktif dan kreditur topengan inilah dimulainya berbagai pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum di BIJ Garut. Kreditur fiktif itu menggunakan dokumen palsu. Sedangkan kreditur topengan dokumennya asli, tetapi nilai pinjamannya berubah, karena ada pinjaman yang digelembungkan. Semisal kreditur itu mengajukan pinjaman Rp 10 juta, maka oknum BIJ Garut mengajukan pinjaman menjadi Rp 20 juta. Ironisnya, setelah pengajuan itu disetujui, oknum tersebut mengambil uang seluruhnya,” ujar Asep Muhidin, salah satu advokat yang sejak awal mengawal kasus dugaan tipikor di tubuh BIJ Garut.
Kaitan Antara Sumbangan, Dugaan Korupsi dan Penyertaan Modal
Pada kesempatan yang sama, Asep Muhidin membeberkan hubungan antara sumbangan yang diberikan Kantor Cabang BIJ Garut, dugaan korupsi dan penyertaan modal untuk BIJ Garut dari tiga entitas yang memberikan penyertaan modal kepada BIJ Garut.
Menurut Asep Muhidin, berdasarkan informasi yang ia peroleh dari berbagai sumber, bahwa setelah Pemkab Garut memberikan penyertaan modal berupa aset, uang ratusan juta diserahkan kepada para oknum pejabat yang diduga dari kalangan eksekutif dan legislatif.
“Berdasarkan pengakuan sumber-sumber kami di lapangan, uang yang mereka terima dari oknum BIJ Garut terjadi setelah Pemkab Garut memberikan penyertaan modal berupa aset. Awalnya, BIJ Garut ini menyewa lahan kepada Pemkab Garut dengan nilai ratusan juta per tahunnya,” jelasnya.
Awalnya, ujar, Asep Muhidin, BIJ Garut hanya memiliki bangunannya saja. Setelah aset tidak bergerak ini diterima BIJ Garut, maka sah menjadi aset BIJ Garut dan tidak lagi harus menyewa lahan kepada Pemkab Garut. Ini akan mengurangi pengeluaran pihak BIJ Garut. Informasinya, aset yang diterima BIJ Garut ada di dua lokasi,” tandasnya.
Sedangkan kaitan antara dugaan korupsi di BIJ Garut adalah disebabkan kredit fiktif dan kredit topengan yang diajukan oknum-oknum BIJ Garut di 7 cabang yang tersebar di seluruh Garut itu disalahgunakan oleh oknum-oknum di internal BIJ Garut. Sementara, uang yang disalurkan merupakan uang perusahaan yang notabene peruahaan milik Pemkab Garut, Pemprov Jabar dan Bjb sebagai BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
“Informasinya, masing-masing cabang melakukan pelanggaran dan menyebabkan kerugian negara masing-masing kurang lebih Rp 1.6 Miliar, dengan perhitungan kerugian negara akibat kredit fiktif Rp 800 Juta dan kredit topengan Rp 800.000. Sehingga semua aliran dana ini harus diselidiki dan harus ada hukuman kepada para oknum agar ada efek jera,” pungkasnya. (asep ahmad)