LOCUSONLINE.CO, GARUT – Warga Melawan Kejari Garut, Kejati Jabar dan Kejagung RI, Hakim PTUN Bandung Tagih SOP Kejaksaan Agar Dibawa Minggu Depan.
Sidang dengan Nomor Perkara 80/G/TF/2024/PTUN.BDG tentang tindakan faktual penyelenggara pemerintah yang diajukan salah satu warga Garut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Bandung, Jawa Barat terus bergulir.
Penggugat adalah warga Garut bernama Asep Muhidin, SH., MH melawan Kejari Garut sebagai tergugat 1, Kejati Jabar tergugat 2 dan Kejagung RI sebagai tergugat 3. Persidangan kali ini memasuki agenda keterangan saksi ahli yang diajukan para tergugat.
Kali ini, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Muhammad Ferry Irawan, SH., MH mendengarkan keterangan ahli Administrasi Negara yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Dr. Berna R Maya.
Diakhir persidangan Hakim meminta pihak tergugat untuk membawa SOP (Standar Operasional Prosedur) Kejaksaan RI. Pasalnya, pihak penggugat dalam salah satu materi gugatannya juga menyampaikan tentang dugaan pelanggaran SOP di internal Kejaksaan.
“Kami ingatkan kembali, agar pekan depan pihak tergugat membawa dokumen SOP internal Kejaksaan,” tegas Hakim Anggota, Dr. Enricco Simanjuntak, SH., MH, di ruang sidang PTUN Bandung (25/09/2024).
Majelis Hakim juga menjelaskan, persidangan akan dilanjutkan pekan depan, tepatnya Hari Rabu, tanggal 02 Oktober 2024 dengan agenda penyerahan bukti tambahan. Baik dari penggugat maupun pihak tergugat.
Puas Atas Pandangan Saksi Ahli
Usai pelaksanaan sidang, Asep Muhidin mengaku puas dengan keterangan yang disampaikan Ahli. Pasalnya, ahli menegaskan bahwa apa yang menjadi objek gugatan merupakan ranah Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan kewenangan Pengadilan Negeri. “Intinya keterangan ahli tentu menguatkan gugatan saya sebagai pemohon,” jelasnya.
Asep mengatakan, saat persidangan dirinya sempat meminta pendapat kepada ahli, bagaimana jika SOP yang dibuat salah satu lembaga, tetapi malah tidak dilaksanakan oleh lembaga tersebut. Dan saat itu, ahli menjelaskan, SOP dibuat sebagai landasan selama melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang ditentukan.
“Menurut ahli, idealnya SOP itu dibuat untuk ketertiban pelaksanaan tugas. Ketika SOP itu dilanggar, maka harus dihukum agar tidak ada pelanggaran. Pelanggaran itu tentu penyelesaiannya, dan diputuskan oleh atasannya. Kalau tidak ada putusan dari atasannya, maka bisa dibawa ke jalur hukum,” terang Asep.
Atas keterangan atau pendapat saksi ahli, Asep kembali menegaskan alasan dirinya merasa kecewa atas perkara yang ditangani pihak Kejari Garut yang dianggap tidak profesional serta tidak sesuai SOP dan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Republik Indonesia.
“Laporan dugaan korupsi yang saya laporkan kepada Kejari Garut saya anggap tidak dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga tidak menemukan titik terang hingga 4 tahun lamanya. Penanganan yang berlarut-larut ini yang menyebabkan saya membawa persoalan ini kepada PTUN Bandung, sebagai lembaga peradilan yang legal,” katanya.
Tiga perkara yang dilaporkan Asep Muhidin kepada Kejari Garut diantaranya, dugaan korupsi pembangunan Joging Track pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 300 Juta. Kedua terkait dugaan Tipikor retribusi pembangunan Menara Telekomunikasi / Tower BTS atas nama PT. Gihon Telekomunikasidan ketiga laporan dugaan Tipikor pada Inspektorat Kabupaten Garut.
“Pada penjelasan umum UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) paragraf kelima dengan ega menyebutkan, warga masyarakat juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan / atau tindakan badan dan / atau Pejabat Pemerintahan kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Karena UU ini merupakan hukum meteriil dari sistem Peradilan TUN,” imbuhnya.