Asep menegaskan, LP yang ia layangkan bukan soal pelanggaran kode etik anggota KPU Garut dan pelanggaran pemilu, namun murni tindakan pidana Undang-undang Pers.
“UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan lex spesialis derogat legi generalis tentang tindak Pidana Pers, ini merupakan upaya pemerintah melindungi rekan wartawan dalam melaksanakan tugasnya, terkhusus Pasal 18 ayat (1), jadi kami bukan melaporkan dugaan pidana sebagaimana diatur oleh UU KPU yang mengatur dugaan tindak pidana pemilu, atau administrasi dan kode etik penyelenggara Pemilu yaitu KPU,” jelasnya.
Asep Muhidin berharap Polres Garut dapat netral dan menerima LP yang kliennya (wartawan locus online) ajukan, jangan terus mendorong pada dumas. Namun apabila laporannya tidak diindahkan tanpa alasan yang jelas dan dapat difahami secara hukum, maka kami akan melaporkan ke Polda Jabar karena Polres Garut tidak mau menerima LP dan menegakan hukum dalam Undang-undang Pers, dan tentunya kita akan sampaikan juga pengaduan ke Divpropam Mabes Polri dan Polda Jabar.
“Kami meminta pihak penegak hukum juga menghormati hak dari rekan-rekan Pers. Mereka bekerja dilindungi dan berdasarkan Undang-Undang serta menjadi pilar keempat demokrasi, jangan sampai Pasal yang melindungi wartawan terhadap dugaan pidana kepada wartawan tidak dapat ditegakkan oleh rekan kepolisian, kalau memang tidak bisa, berikan penjelasan atau argumentas hukum, siapa yang memiliki kewenangan menegakan Undang-undang dalam hal termuat ancaman pidana, KUHP itu undang-undang, Undang-undang Pemilu pun sama, UU Narkotika juga, UU Tipikor pun sama Undang0undang yang dalam penegakan hukum pidanannya diantaranya kepolisian dan petugas yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang, lalu apa alasan hukumnya kalau Undang-undang Pers tidak bisa atau tidak mau?” katanya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues