“Terus kemudian di hilirnya itu adalah upaya-upaya yang bisa dilaksanakan, upaya-upaya pencegahan yang bisa dilaksanakan terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, agar tidak terjadi kasus kematian ibu dan kematian bayi,” ungkapnya.
Sri juga menuturkan bahwa pemerintah telah memiliki program yang cukup bagus terkait penurunan AKI/AKB dan stunting, namun implementasi di lapangan dan pemahaman SKPD terkait dengan permasalahan ini masih belum optimal.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama, bukan hanya Dinkes saja,” kata Sri.
Dinkes Garut akan menyampaikan format evaluasi terkait upaya yang telah dilakukan bersama lintas sektor, dan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk upaya penurunan AKI/AKB dan stunting.
Dept Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Slamet Garut, dr. K.M Aditya Fitrandi, Sp.OG, menegaskan pentingnya edukasi bagi ibu hamil terkait tanda bahaya selama kehamilan untuk mencegah keterlambatan diagnosis dan perujukan yang sering menjadi penyebab kematian.
“Sebetulnya untuk Garut sendiri di Jawa Barat khususnya itu angka kematian ibunya cukup tinggi. Di sini juga kita lihat dari gambaran demografinya di mana memang disini angka kelahiran itu tinggi, dan angka pernikahan usia muda itu tinggi yang merupakan faktor risiko terjadinya kehamilan yang berisiko seperti itu,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa hipertensi merupakan penyebab langsung utama AKI/AKB di Garut. Selain itu, kecukupan gizi selama kehamilan dan pengaturan jarak kehamilan yang ideal sangat penting dalam menjaga kesehatan ibu dan bayi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”