Saat ditanya pengacara peraturan nomor berapa dan pasal berapa, saksi dr. Fahmi tidak mengetahui.
“Intinya diperbolehkan, kalau peraturan kesehatan nomor dan tahun berapa saya kurang tahu”, sebut dr. Fahmi.
Pantauan Locus Online, Persidangan berlangsung cukup tegang karena diwarnai adu argumen antara pengacara teedakwa, saksi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Setelah selesai persidangan, Asep sempat mengatakan kalau keterangan ini seperti sudah diatur sedemikian rupa, karena alasannya sama, salah ketik dan lalai.
“Logika saja kang kita pakai, sudah masuk waktunya sholat dzuhur umpamanya, lalu saya datang ke masjid melaksanakan sholat dzuhur. Setelah sholat baru saya mengambil wudlu, sah tidak sholatnya?, kalau menyebutkan sah berarti dungu. Lalu jangan sampai visum et repertum yang merupakan produk projustitia ini terlahir dari kebiasaan bukan berdasarkan aturan hukum, bahaya”, tukas Asep apdar dihalaman Pengadilan Negeri Garut.
Pewarta: Asep Ahmad

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














