LOCUSONLINE, GARUT – Persidangan kasus dugaan pengeroyokan yang melibatkan seorang guru ngaji di Kabupaten Garut kembali digelar di Pengadilan Negeri Garut, Rabu, 18 Desember 2024. Agenda persidangan hari ini adalah pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Polisi dari Polres Garut turut melakukan pengamanan jalannya persidangan, karena beberapa tokoh pemuka agama, santri, dan jamaah pengajian ikut menyaksikan jalannya persidangan dan memberikan dukungan moral serta doa.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fiki Mardani, SH, meminta dibacakan pokok-pokoknya, tidak dibacakan semua isi tuntutan. Hakim pun menanyakan kepada tim pengacara terdakwa dan mempersilahkan.
“Berdasarkan analisa yuridis diatas, sebagaimana telah diuraikan diatas, maka kami penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama tersebut kami pandang telah terbukti atau telah terpenuhi secara sah menurut hukum. Maka oleh sebab itu, terhadap para terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya,” ucap Jaksa Fiki Mardani, SH, di ruang sidang.
Jaksa menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan:
1. Menyatakan Terdakwa 1, HARUN AL-RASYID Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI, dan Terdakwa II ABDUL ROHMAN Alias AAB Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang” sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa 1. HARUN AL-RASYID Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan terhadap Terdakwa II. ABDUL ROHMAN Alias AAB Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Untuk terdakwa 1 HARUN AL-RASYID Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI dikurangi seluruhnya dari masa penahanan yang telah dijalaninya dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Sedangkan untuk Terdakwa II. ABDUL ROHMAN Alias AAB Bin (Alm) H. MUHAMMAD SANUSI tidak dikurangkan sehubungan sedang menjalankan pidana dalam proses perkara lain sesuai perkara nomor : 363/Pid.B/2024/PN.Grt.
3. Menetapkan agar para terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
Para terdakwa pun melalui tim pengacara akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) karena menganggap tuntutan Jaksa tidak benar. Hakim pun menjadwalkan Selasa, 24 Desember 2024, dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi).
Setelah persidangan, ketua tim pengacara, Firman S Rohman, SH, mengatakan bahwa menurut Jaksa Penuntut Umum, dakwaan terbukti.
“Persi Jaksa Penuntut Umum Karena barusan yang dibacakannya pokok-pokoknya saja, dari persi penuntut umum dakwaannya terbukti pasal 170 KUHP. Cuma kami dari tim pengacara akan mengajukan pembelaan,” kata Firman kepada wartawan di halaman Pengadilan Negeri Garut.
Menurut Firman, keterangan para saksi juga tidak ada yang mengatakan ada yang melihat memukul korban.
“Dari semua saksi tidak ada yang melihat adanya pemukulan,” tegas Firman.
Selain Firman, Asep Muhudin, SH., MH, menegaskan bahwa apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum hanya mengikuti surat dakwaan dan BAP kepolisian.
“Jadi apa yang didakwakan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum itu mengikuti BAP kepolisian, terungkap di fakta persidangan, tidak adanya saksi yang melihat adanya pemukulan, kalau saling jambak kerah leher itu betul, diakui juga oleh terdakwa,” ucap Asep dengan nada tegas.
Selain itu, Asep juga menyebutkan adanya cacat formil terhadap bukti visum yang dijadikan bukti dalam persidangan.
“Adanya cacat formil terhadap surat permohonan visum dan surat visum yang diterbitkan oleh RSUD dr. Slamet Garut, pertanyaanya kalau hasil visum cacat formil cacat secara administrasi apakah sah secara hukum?, tentu tidak karena produknya menjadi produk gagal karena cacat administrasi” sebut Asep Muhidin, SH., MH
Menurut Asep, penerapan Pasal 170 KUHP pun tidak relevan terhadap kasu ini, karena tidak ada pengeroyokan yang dilakukan lebih dari satu orang kepada korban
“Jadi kalau pasal 170 KUHP diterapkan pada kasus ini tidak relevan karena tidak ada pengeroyokan, yang ada adalah saling jambak satu lawan satu, bukan pengeroyokan,” sebutnya.
Pewarta: Asep Ahmad/ Red.01
Editor: Bhegin