LOCUSONLINE.CO, GARUT – Selama hampir bertahun-tahun masyarakat Garut disuguhkan berita tentang dugaan korupsi dan bukti praktek korupsi di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut.
Bahkan akibat praktek korupsi yang dilakukannya, sejumlah oknum pejabat masuk penjara, diantaranya mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, almarhum K dan salah satu bawahannya, YK. Mereka divonis bersalah dan diganjar hukuman penjara selama 3 tahun, denda Rp 300 juta subsider 4 bulan hukuman penjara.
Kedua oknum pada Dispora Garut ini terbukti dan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yakni UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 21 tahun 2001.
Tetapi sepertinya, sejumlah oknum pejabat tidak bercermin kepada contoh-contoh terdahulu. Walaupun sudah banyak oknum pejabat menjadi penghuni jeruji besi, namun sejumlah oknum pejabat lainnya ditenggarai masih melakukan praktek yang sama. Buktinya, sejumlah kegiatan pada Dispora Garut mendapat kritikan tajam dari sejumlah elemen di masyarakat.
Bahkan, salah satu proyek Dispora sudah dilaporkan ke pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Garut. Pelapor menyatakan ada indikasi kuat telah terjadi praktek tipikor (tindak pidana korupsi). “Saya telah melaporkan beberapa kasus pembangunan di Kabupaten Garut yang ditenggarai menjadi bancakan sejumlah oknum, baik pejabat maupun pengusaha,” ujar Asep Muhidin, SH., MH kepada wartawan.
Dari sekian banyak pembangunan yang dilapaorkan kepada lembaga penegak hukum, Asep Muhidin, melaporkan pembangunan Joging Track. Pembangunan ini ada di Dispora Garut dan seharusnya menjadi penggerak kegiatan olahraga, tetapi yang terjadi malah diduga menjadi bancakan para oknum pencuri uang negara.
“Semua warga Garut memiliki hak untuk menikmati sarana yang dibangun Dispora Garut, tetapi saat ini proyek tersebut rusak dan tidak terpakai. Hanya jadi proyek yang mubajir. Tetapi anehnya Kejaksaan Negeri Garut tidak bisa berbuat banyak. Kejari Garut sepertinya hanya bisa menghela nafas tatkala melihat pembangunan yang tidak jauh dari gedung mewahnya itu terbengkalai. Sungguh miris,” terang Asep.
Terpisah, Ketua DPD Pemuda Nasional Kabupaten Garut, Yogi Iskandar mengatakan, keseriusan Asep Muhidin menyikapi dugaan-dugaan korupsi harus mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pasalnya, apa yang telah dilakukan Asep Muhidin bisa memberikan semangat dan motivasi kepada masyarakat Garut untuk bisa mengawasi semua pembangunan yang dilaksanakan Pemkab Garut.
“Laporan dugaan korupsi pembangunan Joging Track pada Dispora Garut yang dilakukan oleh saudara Asep Muhidin menjadi pencerahan bagi kita semua. Kita menjadi tahu apa saja langkah yang harus dilakukan ketika pihak penyidik terkesan diam melihat praktek dugaan korupsi pada pembangunan Joging Track,” ungkapnya.
Yogi menilai, informasi dugaan praktek-praktek korupsi yang mencuat ke permukaan lebih banyak bersumber dari masyarakat, seperti Asep Muhidin. Sementara, temuan dari pihak penegak hukum sepertinya belum ada.
“Kasus Jogging Track ini mengemuka setelah warga Garut atas nama Asep Muhidin mencuat. Walaupun sebelumnya ada keterangan resmi dari mantan Bupati Garut, Rudy Gunawan yang menyatakan bahwa dirinya tidak tahu pembangunan Joging Track di SOR AA Adwidjaya Garut. Bahkan Rudy saat itu menyatakan lokasi tersebut dipersiapkan untuk kegiatan sepeda BMX, bukan Jogging Track,” tandasnya.
Kasus Pembangunan Gedung Aquatik Tahap III
Belum hilang dalam ingatan tentang kasus korupsi pembangunan SOR Ciateul dan dugaan korupsi Jogging Track, kini muncul informasi bahwa pembangunan Gedung Aquatik juga hampir mengalami kerugian sampai ratusan juta rupiah akibat kekurangan volume.
“Informasi yang saya dapatkan dan perlu masyarakat ketahui, bahwa dugaan temuan kekurangan volume pembangunan gedung Aquatik tahap III ini diantaranya bangunan tribun sebesar Rp 7,2 juta, pekerjaan kolam loncat indah Rp 150 juta dan pekerjaan kolam pemanasan sebanyak Rp 8 juta lebih, sehingga total kekurangan volume pada pembangunnya mencapai Rp 166 juta lebih,” tandas Yogi.
Selain itu, tegas Yogi, pada pembangunan Gedung Aquatik tahap III ini terdapat selisih sebanyak Rp 288 juta lebih. Hal ini dikarenakan adanya harga satuan tidak wajar yang dinyatakan sebagai hara timpang atas pekerjaan keramik Pooldeck kolam loncat indah. Dalam dokumen pengadaan adalah Granite Tile 60 x 60 unpolished.
“HPS atas item ini adalah sebesar Rp 377.400, sedangkan harga yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan sebesar Rp 2.670.800. Kemudian harga ini dinyatakan timpang,” katanya.
Yogi menambahkan, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik oleh lembaga resmi pemerintah disebutkan bahwa spesifikasi item tersebut adalah Granite Tile 60 x 60 unpolished. Berdasarkan pemerikasaan atas dokumen kontrak diketahui harga item pekerjaan tersebut pada dokumen kontrak yang sama sebesar Rp 360.600.
“Dengan memperhitungkan harga item pekerjaan tersebut pada kontrak yang sama dan volumen yang terpasang terdapat selisih Rp 288.775.000,” tegasnya.
Yogi berharap, temuan dugaan korupsi ini harus dikaji secara profesional dan bisa memberikan efek jera. Pejabat terkait yang melakukan pemeriksaan harus lebih tegas, agar semua pejabat memiliki tanggung jawab yang baik.
“Ko setiap tahun selalu ada persoalan di Dispora Garut. Sejak kepemimpinan almarhum K, kemudian diteruskan oleh Basuki Eko yang kini menjabat sebagai Kasatpol PP dan dilanjutkan oleh Ade Hendarsah masih saja ada temuan yang bisa merugikan keuangan negara dan masyarakat Garut. Untuk itu, saya berharap semua lembaga penegak hukum harus tegas kepada semua pejabat, agar kinerjanya menjadi lebih baik,” terangnya.
Dispora Garut Pastikan Temuan Kasus Pembangunan Gedung Aquatik Tahap III Sudah Beres
Kepala Bidang Olahraga Dispora Kabupaten Garut, Mohammad Diki hasbi saat dihubungi melalui sambungan Whats App nya mengatakan, temuan terkait pembangunan Gedung Aquatik tahap III sudah dijawab dan sudah dipertanggungjawabkan oleh pihak Dispora dan perusahaan yang mendapatkan tender pembangunannya. ‘Alhamdulillah sudah beres,” katanya.
Ketika ditanya, apakah ada dugaan kesengajaan dari pihak perusahaan, sehingga terjadi kelebihan pembayaran dan selisih terkait harga satuan yang tidak wajar, Diki Hasbi menyatakan tidak ada unsur kesengajaan. “Tidak ada,” tegasnya singkat.
Namun ketika ditanya kenapa ada kekurangan volume dan selisih harga satuan yang tidak wajar, Diki Hasbi belum mengatakan, hanya selisih perhitungan volume, dua desimal dibelakang koma. Namun demikian tetap harus ada pengembalian ke kas negara. “Begitu ada temuan, saya sampaikan langsung LHP dan surat pemberitahuan pengembalian. Alhamdulillah langsung bayar,” pungkasnya.
Demikian informasi mengenai “Proyek Dispora jadi Ajang Korupsi” semoga membantu (asep ahmad)
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues