DaerahGarutHukumJawa BaratNews

Dinilai Cacat Hukum dan Ancam Lingkungan Kesepakatan Pembuangan Sampah Bandung ke Garut Menuai Polemik

Bhegin Syah
×

Dinilai Cacat Hukum dan Ancam Lingkungan Kesepakatan Pembuangan Sampah Bandung ke Garut Menuai Polemik

Sebarkan artikel ini
Dinilai Cacat Hukum dan Ancam Lingkungan Kesepakatan Pembuangan Sampah Bandung ke Kabupaten Garut Menuai Polemik
Sumber: Facebook/Infobanyuresmi/Situbagendit

LOCUSONLINE, GARUT – Keputusan Pemerintah Kabupaten Garut yang mengizinkan pembuangan sampah dari Kota Bandung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasirbajing menuai polemik. Kesepakatan ini, yang mencakup pengangkutan 200 ton sampah per hari selama 90 hari, disertai janji kompensasi berupa retribusi sebesar Rp75.000 per ton, perbaikan akses jalan, dan penerangan jalan umum (PJU).

Namun, di balik janji manis tersebut, keputusan itu justru sarat dengan cacat hukum, berpotensi merusak lingkungan, dan mengancam citra Garut sebagai destinasi wisata unggulan.

Dilansir dari GOSIPGARUT.ID, Wakil Ketua Kadin Garut, Galih F Qurbany, menilai kerja sama tersebut tidak sah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah, setiap perjanjian yang berdampak signifikan terhadap pelayanan publik atau keuangan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

“Langkah ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencerminkan buruknya tata kelola pemerintahan,” ucap Galih.

Galih menambahkan bahwa kerja sama ini juga menjadi ancaman besar bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat Garut. Dengan kapasitas TPA Pasirbajing yang sudah kritis dan minimnya teknologi pengelolaan sampah modern, pembuangan tambahan 200 ton sampah per hari akan mempercepat kerusakan ekosistem di sekitar lokasi.

“Tanpa fasilitas seperti waste to energy atau anaerobic digestion, sampah akan terus menumpuk, menghasilkan leachate (lindi) yang mencemari tanah dan air tanah, serta gas metana yang mencemari udara,” tandas Galih.

Pencemaran itu, lanjutnya, tidak hanya memengaruhi lingkungan, tetapi juga meningkatkan risiko gangguan kesehatan masyarakat, seperti penyakit pernapasan, infeksi kulit, dan penyakit serius lainnya akibat paparan zat kimia berbahaya.

Keputusan ini juga menodai citra Garut sebagai kota wisata. Dengan keindahan alam, potensi budaya, dan kekayaan tradisi, Garut telah lama menjadi tujuan wisata favorit.

Baca Juga  Pemda Purwakarta Respon Cepat Bencana Pergerakan Tanah di Panyindangan- Sukatani

“Namun, keberadaan TPA yang dipenuhi sampah dari daerah lain akan menghancurkan citra tersebut,” kata Galih.

Galih juga menilai bahwa kompensasi yang ditawarkan oleh Kota Bandung tidak sebanding dengan dampak besar yang akan ditanggung oleh masyarakat Garut. Retribusi Rp75.000 per ton dan fasilitas perbaikan akses jalan serta PJU adalah penghinaan terhadap harga diri Garut.

“Apakah daerah yang memiliki potensi besar di sektor pariwisata dan ekonomi ini harus menjual martabatnya dengan harga serendah itu? Keputusan ini memperlihatkan lemahnya visi pemerintah daerah dalam melihat dampak jangka panjang, serta cenderung menunjukkan ketergantungan pada solusi jangka pendek yang merugikan,” tanya Galih.

Solusi Teknologi dan Pembangunan Berkelanjutan

Galih menekankan bahwa teknologi seperti waste to energy dapat menjadi solusi yang tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga menghasilkan energi listrik. Sistem anaerobic digestion dapat mengolah limbah organik menjadi biogas dan pupuk, sementara material recovery facility (MRF) memungkinkan pemisahan sampah untuk didaur ulang.

“Investasi pada teknologi ini tidak hanya akan menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga menciptakan pendapatan baru dan lapangan kerja bagi masyarakat Garut,” jelasnya.

Ajakan untuk Menolak Kebijakan yang Merugikan

Galih berpendapat bahwa jika kesepakatan ini terus berlanjut, Garut tidak hanya akan kehilangan citra positifnya, tetapi juga menyeret masyarakatnya dalam krisis lingkungan dan kesehatan yang berkepanjangan.

“Pemerintah Kabupaten Garut harus membatalkan kerja sama itu, melakukan evaluasi mendalam, dan fokus pada pembangunan sistem pengelolaan sampah modern yang mampu mengatasi masalah tanpa mengorbankan lingkungan dan masyarakat,” harap Galih.

“Sebagai masyarakat Garut, kita tidak boleh diam. Ini bukan sekadar masalah teknis atau administratif, tetapi soal masa depan, harga diri, dan martabat kita sebagai daerah yang memiliki potensi besar. Kita harus menolak kebijakan yang ceroboh dan memaksakan solusi jangka pendek yang merugikan,” katanya.

Baca Juga  Wanita Paruh Baya Terjun Bebas Ke Dalam Sumur Air

Galih menekankan bahwa Garut harus bangkit sebagai daerah yang mandiri, berdaya, dan berkelanjutan, bukan sekadar tempat pembuangan sampah bagi daerah lain.

“Mari jaga Garut tetap menjadi kota wisata yang membanggakan, bukan kota sampah yang memalukan,” tegasnya.

Editor: Bhegin

Bergabunglah dengan Tim Jurnalis Kami!

Apakah kamu memiliki passion dalam menulis dan melaporkan berita? Inilah kesempatan emas untuk bergabung dengan situs berita terkemuka kami! Locusonline mencari wartawan berbakat yang siap untuk mengeksplorasi, melaporkan, dan menyampaikan berita terkini dengan akurat dan menarik.

Daftar

🔗 Tunggu apa lagi!

Daftar sekarang dan jadilah bagian dari tim kami!


zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8001
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8004
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8005
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8002
zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8003
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

banner-amdk-tirta-intan_3_2
banner-amdk-tirta-intan_3_3
banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow