LOCUSONLINE, BANDUNG – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menginstruksikan pemberian pelatihan bergaya militer kepada siswa dengan catatan perilaku bermasalah, menuai sorotan tajam dari sejumlah kalangan, termasuk pengamat pendidikan nasional, Ubaid Matraji. Minggu, 4 Mei 2025
Menurut Ubaid, pendekatan pendidikan karakter seharusnya dilandaskan pada nilai-nilai dialogis sebagaimana yang diamanatkan oleh kurikulum pendidikan nasional, bukan dengan model pendekatan disiplin keras ala militer. Ia menegaskan bahwa terdapat perbedaan prinsipil antara sistem pendidikan sipil dan militer yang tidak bisa disamakan begitu saja.
“Karakter anak tidak bisa dibentuk lewat tekanan atau hukuman fisik. Pendidikan seharusnya membuka ruang refleksi dan dialog, bukan malah memberi stigma negatif dan mengisolasi mereka ke dalam pelatihan militer,” ujarnya.
Ubaid juga menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak psikologis yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut. Ia menilai, penyematan label “anak nakal” dan penempatan di lingkungan barak militer justru dapat memperparah kondisi mental siswa.
“Bayangkan, anak-anak ini secara tiba-tiba dianggap bermasalah dan dikirim ke tempat seperti barak militer. Mereka bisa merasa diasingkan, dihukum, dan tidak diterima oleh lingkungannya. Itu akan berdampak pada perkembangan psikologis mereka ke depan,” tambahnya.
Baca Juga : Satu Bukti Kegagalan Sistem Pendidikan Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Bisa Baca Lancar, Pakar Sebut Perlu Penguatan Keyakinan Guru dan Siswa
Sementara itu, Gubernur Dedi Mulyadi menyikapi kontroversi ini dengan tenang. Ia menyatakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan pro dan kontra terhadap kebijakan yang diambil, dan tetap yakin bahwa niatnya untuk perbaikan generasi muda akan membuahkan hasil positif.
