LOCUSONLINE – Uang kuno yang dicari kolektor bukan sekadar alat tukar, pada zaman dahulu bagi sebagian orang uang lama merupakan benda bersejarah yang bernilai tinggi karena sekarang uang kuno banyak dicari kolektor, bahkan sampai dibayar dengan harga tinggi.
Tak heran jika banyak kolektor rela merogoh kocek dalam-dalam demi mendapatkan selembar uang lama yang langka. Fenomena ini telah berlangsung sejak lama, dan kini semakin populer berkat kemudahan akses jual beli melalui internet.
Baca juga :
Wisata Salegar Sudah Diadukan Ke Bupati dan Satpol PP, Beranikah Menindak Seperti Pada PKL?
RUU Perampasan Aset Itu Cermin Tekad atau Sekedar Simbol Kosong?
Jenis Uang Kuno yang Diminati Kolektor
Beberapa jenis uang kuno Indonesia yang pernah terjual dengan harga fantastis antara lain:
- Uang 2½ Gulden Belanda (tahun 1943)
- Dicetak saat pendudukan Jepang di Indonesia, uang ini tergolong sangat langka.
- Bahan kertas berkualitas tinggi, dengan desain bergaya kolonial.
- Di lelang internasional, nilainya bisa mencapai jutaan rupiah per lembar.
- Uang Soekarno Rp100.000 (tahun 1992, cetakan khusus)
- Dicetak untuk memperingati 100 tahun Bung Karno.
- Uang ini tidak beredar luas dan menjadi barang koleksi.
- Dalam kondisi mint (belum pernah dipakai), harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
- Koin Emas Rp850.000 (Emas Proklamasi 1970-an)
- Dicetak terbatas oleh pemerintah dan mengandung emas murni.
- Banyak diburu karena nilai historis dan logam mulia yang terkandung di dalamnya.
- Uang Jepang zaman pendudukan (1942–1945)
- Dikenal dengan istilah “uang merah” atau “uang daitai”.
- Meskipun secara nominal kecil, kolektor menyukainya karena mewakili periode unik dalam sejarah Indonesia.
- Uang ORI (Oeang Republik Indonesia) tahun 1945–1949
- Uang resmi pertama Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.
- Dicetak dengan alat sederhana dan desain patriotik.
- Nilainya sangat tinggi di mata kolektor, tergantung kondisi fisiknya.
Baca juga :
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues