Dudi juga meminta DPRD Garut untuk lebih proaktif. Ia mendorong agar dewan tidak hanya aktif di forum rapat, melainkan turun langsung meninjau kondisi di lapangan, bahkan jika perlu melakukan audit teknis dan investigasi mendalam terhadap pihak-pihak terkait.
Ia mengingatkan agar penyusunan RPJMD 2025–2029 tak lagi terjebak pada target administratif yang indah di atas kertas, namun minim realisasi. Ia menekankan perlunya indikator pembangunan yang realistis, terukur, dan sejalan dengan prioritas nasional.
Menurutnya, kondisi jalan di Garut adalah cerminan dari kualitas tata kelola pemerintahan. Ketika infrastruktur dasar seperti jalan dibiarkan rusak, maka yang terdampak bukan hanya mobilitas warga, tetapi juga kepercayaan publik, pertumbuhan ekonomi, dan arah pembangunan jangka panjang.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Garut, Agus Ismail, mengakui adanya kendala dalam penyediaan anggaran. Ia menjelaskan bahwa sejak pandemi COVID-19 melanda pada 2020, pembiayaan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur, menghadapi tantangan besar.
“Refocusing dan efisiensi anggaran menjadi langkah yang tak terhindarkan,” kata Agus. Ia memaparkan bahwa alokasi anggaran pemeliharaan jalan yang sebelumnya mencapai Rp19 miliar pada 2020, terus menyusut hingga hanya Rp5 miliar pada 2024.
Penurunan anggaran tersebut, menurutnya, berdampak langsung pada peningkatan kerusakan jalan. Situasi ini diperparah oleh bencana hidrometeorologi dan meningkatnya volume kendaraan.
