Dukungan Try Sutrisno terhadap gerakan ini justru menimbulkan ironi. Sebagai tokoh negara dan mantan Wapres, Try dinilai seharusnya menjaga netralitas dan mendukung mekanisme demokrasi yang berjalan sesuai konstitusi, bukan justru memantik polarisasi di tengah masyarakat pasca pemilu.
Pengamat politik menilai langkah ini sebagai bagian dari tekanan politik berselimut moralitas. “Ini bukan lagi sekadar kritik. Ini gerakan yang terkesan hendak menggugat legitimasi pemerintahan melalui jalur tekanan elite, bukan hukum,” kata seorang analis dari lembaga independen di Jakarta.
Dengan surat yang ditandatangani oleh ratusan purnawirawan jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel, gerakan ini tampak ingin memberi bobot moral yang kuat. Namun tanpa dasar hukum yang tegas, langkah ini rentan dipersepsikan sebagai manuver politis—bukan langkah penyelamatan demokrasi.
Ketimbang menciptakan ruang dialog yang membangun, Forum Purnawirawan TNI justru menghadirkan atmosfer ketegangan dan ketidakpercayaan publik terhadap hasil pemilu yang sudah ditetapkan. Bila tidak ditanggapi secara proporsional dan berdasar hukum, tuntutan ini bisa membuka ruang preseden buruk bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. (BAAS)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”