Romahurmuziy, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, secara terbuka mengonfirmasi pendekatan tersebut. Ia menyebut PPP masih memiliki basis elektoral kuat—8,3 juta suara untuk DPRD kabupaten/kota—namun lemah di level nasional. “Kami butuh tokoh sekaligus ‘tauke’. Bukan sekadar kader loyal,” katanya.
Rommy bahkan mengaku telah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo, yang menurutnya menyebut Amran sebagai figur paling sesuai untuk menyelamatkan PPP di 2029. Namun, seperti figur-figur sebelumnya, Amran masih menunggu sinyal dari kekuasaan.
Resistensi Internal Meningkat, Kader Pertanyakan Legitimasi Naturalisasi
Meski elite partai aktif melobi figur eksternal, suara sumbang bermunculan dari akar rumput. Jubir PPP Usman Tokan menyoroti ketidakterlibatan tokoh eksternal dalam perjuangan Pemilu 2024. “Selama berdarah-darah di lapangan, mereka ada di mana?” katanya.
Waketum PPP Rusli Effendi menegaskan bahwa partai memiliki mekanisme yang tak bisa dilompati. Ia membandingkan dengan partai besar lain yang tidak serta-merta menjadikan tokoh luar sebagai pemimpin. “Gerindra saja nggak langsung kasih kursi ketum ke orang baru. PPP itu partai kader,” tegasnya.
Ia juga membantah narasi bahwa logistik adalah satu-satunya kunci sukses. “Perindo punya uang, gagal juga. Amien Rais ketua partai, tetap gagal. Uang bukan segalanya,” tandasnya.
Kontes Politik: Antara Harapan Elite dan Realitas Kaderisasi
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai PPP sedang menggelar ‘kontes kecantikan’ politik. Ia menyebut pencarian figur eksternal sebagai upaya elite untuk menghindari “berjudi” dengan kader internal yang dianggap gagal.
