Pendekatan KDM dalam membangun citra diri dinilai meniru jejak Joko Widodo. Sejak menjabat Wali Kota Solo hingga Presiden, Jokowi dikenal lihai mengelola persepsi publik—sebuah strategi yang terbukti ampuh menjaga popularitas meskipun sejumlah kebijakannya menuai kritik.
Kini, Dedi Mulyadi tampaknya mengikuti pola serupa. Ia merawat kesan sebagai pemimpin merakyat dan responsif, meski realisasi kinerjanya di lapangan belum menyentuh harapan mayoritas publik. Dengan membiarkan emosi mendominasi logika dalam persepsi masyarakat, ia bisa tetap berada di atas, meski pondasi kinerja pemerintahannya keropos.
Angka kepuasan yang timpang antara figur dan institusi menjadi peringatan. Tanpa pembenahan manajemen birokrasi dan prioritas pada tata kelola pemerintahan yang efektif, Dedi Mulyadi berisiko menjadi pemimpin yang lebih dikenal karena pencitraan, bukan capaian. (BAAS)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”