Namun dalam praktiknya, RKAB kerap hanya menjadi dokumen formalitas, bukan alat pengendali yang efektif. Tidak sedikit perusahaan yang memanipulasi laporan, mengabaikan reklamasi, dan terus menambang di luar rencana kerja.
“RKAB itu berisi target produksi dan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan setelah tambang ditutup,” ujar Bambang. Sayangnya, pengawasan terhadap implementasi RKAB sejauh ini belum menunjukkan hasil konkret dalam membendung penyimpangan.
Masifnya tambang ilegal yang tersebar hampir di seluruh Jabar menjadi cerminan lemahnya kontrol pemerintah daerah terhadap sektor pertambangan. Penyusunan surat edaran dan evaluasi dokumen administratif tidak cukup untuk menghadapi aktivitas tambang liar yang merusak lingkungan, merugikan negara, dan mengabaikan keselamatan warga.
Tanpa tindakan penertiban tegas dan keterlibatan aktif aparat penegak hukum, surat edaran hanya akan menjadi formalitas birokratik yang tidak menyentuh akar masalah. Masyarakat pun bertanya: apakah pemerintah serius memberantas tambang ilegal, atau sekadar mengelola citra di atas kerusakan nyata? (BAAS)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”