Ketua Wahegar, Susi Susilawati, mengungkap filosofi tema “berkebaya” sebagai bentuk pelestarian identitas sekaligus simbol keanggunan perempuan Indonesia. Dalam pandangannya, kebaya bukan sekadar busana tradisional, melainkan pernyataan sikap: perempuan bisa elegan tanpa kehilangan jati dirinya.
“Berkebaya hari ini bukan hal yang kaku. Ia membawa pesan budaya yang anggun namun tetap adaptif di tengah modernitas,” jelas Susi.
Wahegar, menurutnya, siap menjalin sinergi lebih luas dengan pemerintah daerah agar potensi perempuan Garut, khususnya di bidang pengembangan SDM, tidak lagi terpinggirkan.
Sementara itu, Ketua Panitia Milad, Ani Suhartini, menegaskan bahwa kiprah Wahegar sejalan dengan semangat perjuangan tokoh-tokoh perempuan terdahulu, seperti Lasminingrat, RA Kartini, Cut Nyak Dhien, dan Dewi Sartika. Ia menyebut Wahegar sebagai penerus semangat emansipasi, yang harus tetap hidup dan berkembang lintas generasi.
“Setiap langkah kecil perjuangan perempuan akan tercatat. Kami ingin Wahegar bertahan, hidup, dan tumbuh, bahkan hingga 100 tahun ke depan,” kata Ani penuh semangat. (Nuroni)
