LOCUSONLINE, JAKARTA – Penambangan nikel di kawasan Raja Ampat kembali menjadi sorotan tajam. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menuding aktivitas ekstraktif di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran sebagai bentuk eksploitasi brutal yang mengancam keberlanjutan ekosistem dan melanggar hukum nasional. Sabtu, 7 Juni 2025
“Setiap bentuk penambangan di wilayah ini bukan hanya menggerus ekosistem laut, tapi juga mencederai hak hidup masyarakat adat serta merusak warisan ekologis dunia,” tegas Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, Jumat (6/6).
Raja Ampat dikenal sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Namun, nilai ekologis tersebut terancam oleh operasi pertambangan yang dinilai sembrono dan tidak berpihak pada kelestarian.
Baca Juga :
Peringati Hari Lingkungan Hidup, Bupati Garut Serukan Aksi Nyata dari Hulu hingga Hilir
Melky menekankan, keberadaan pulau kecil di Indonesia—yang luasnya di bawah 2.000 kilometer persegi—sejatinya dilindungi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang ini secara tegas melarang aktivitas yang berisiko tinggi merusak lingkungan, termasuk penambangan.
“Pulau-pulau kecil sangat rentan. Begitu rusak, dampaknya bisa permanen—abrasi, pencemaran laut, hilangnya terumbu karang, dan kehancuran habitat laut yang tak bisa dipulihkan,” tandasnya.
Berdasarkan aturan tersebut, praktik tambang di pulau kecil tidak hanya mencederai prinsip pembangunan berkelanjutan, tetapi juga bertabrakan dengan konstitusi hukum yang berlaku.
