Sementara itu, garis kemiskinan nasional yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) masih berada pada angka Rp 595.242 per kapita per bulan. Dengan rata-rata anggota rumah tangga miskin sebanyak 4,71 orang, maka pengeluaran minimal per keluarga miskin diperkirakan sekitar Rp 2,8 juta per bulan.
Bank Dunia tetap menyarankan Indonesia menggunakan data resmi dari BPS untuk kebutuhan perencanaan kebijakan sosial dan pengentasan kemiskinan, mengingat data tersebut dinilai lebih relevan dengan kondisi domestik.
Namun, sejumlah pengamat menilai Indonesia sudah saatnya memperbarui standar garis kemiskinan nasional. Peneliti dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Agung Pardini, menyoroti bahwa standar saat ini tidak mengalami perubahan signifikan sejak 1998.
“Jika menggunakan asumsi pengeluaran minimum Rp 632.000 per kapita per bulan, jumlah penduduk miskin bisa mencapai 40 juta jiwa, atau sekitar 14,35% dari total populasi,” ungkap Agung.
Ia bahkan menyebut, idealnya garis kemiskinan nasional minimal berada pada angka Rp 758.000 per bulan, yang berarti pengeluaran rumah tangga miskin bisa mencapai Rp 3,5 juta per bulan.
Revisi garis kemiskinan tentu akan berdampak besar terhadap alokasi anggaran negara, terutama di sektor bantuan sosial. Pemerintah perlu menetapkan skala prioritas agar bantuan tepat sasaran, khususnya bagi kelompok paling rentan dan terdampak.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan tengah menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan standar garis kemiskinan nasional yang baru, sebagai tindak lanjut dari pembaruan global yang dilakukan Bank Dunia. (BAAS)
