Meskipun daftar pastinya bisa sangat panjang dan bervariasi, berikut adalah beberapa kategori dan contoh uang kuno yang seringkali memiliki nilai jual yang tinggi di Indonesia maupun pasar internasional:
Baca juga :
- Uang Kertas Masa Pendudukan Jepang (1942-1945):
- Contoh: Pecahan 1000 Gulden seri Wayang (Wayang Purwa) atau seri hewan. Uang-uang ini dicetak dalam jumlah terbatas dan memiliki nilai sejarah yang kuat. Beberapa pecahan kecil pun bisa berharga jika kondisinya sangat baik.
- Uang Kertas RIS (Republik Indonesia Serikat) 1950:
- Uang ini hanya berlaku sebentar setelah pengakuan kedaulatan Indonesia. Desainnya yang unik dan masa edarnya yang singkat membuatnya langka dan dicari, terutama pecahan dengan nominal besar atau kondisi uncirculated.
- Uang Kertas Seri Kebudayaan (1952-1959):
- Contoh: Uang pecahan Rp 5.000 dengan gambar Patung Borobudur atau uang pecahan Rp 10.000 dengan gambar Tugu Yogyakarta. Desainnya yang artistik dan jumlah yang tidak terlalu banyak di peredaran membuat seri ini banyak dicari.
- Koin Kuno dengan Bahan Khusus atau Cetakan Terbatas:
- Contoh: Koin Rp 100 Tahun 1973 bergambar Badak Bercula Satu dan Rp 500 Tahun 1992 bergambar Melati. Kedua koin ini, meskipun masih sering ditemukan, jika dalam kondisi sangat mulus (UNC) dan jumlah yang terbatas, harganya bisa jauh melebihi nilai nominalnya. Koin-koin peringatan atau edisi khusus yang dicetak dalam jumlah sangat terbatas juga memiliki nilai tinggi.
- Koin Emas Peringatan: Koin-koin emas yang dicetak oleh Bank Indonesia untuk tujuan peringatan tertentu, seperti HUT RI ke-25, ke-50, dan lain-lain, tentu saja memiliki nilai intrinsik emas yang tinggi, ditambah dengan nilai kelangkaan dan koleksi.
- Uang dengan Kesalahan Cetak (Error Notes/Coins):
- Uang kertas dengan nomor seri kembar (duplicate serial numbers), kesalahan potongan (miscut), atau koin dengan cetakan miring, double strike, atau planchet yang salah, sangat diminati oleh kolektor karena keunikannya yang langka dan tidak disengaja.
Baca juga :
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues















