“Dalam Pasal 22E UUD 1945, jelas disebutkan bahwa pemilu untuk memilih DPR, DPD, DPRD, dan Presiden dilaksanakan setiap lima tahun. Tapi sekarang, pilkada dan pemilihan legislatif lokal baru akan digelar 2,5 tahun setelah pemilu nasional. Apakah ini tidak bertentangan dengan konstitusi?” tanyanya.
Ia pun menyatakan bahwa Partai Gerindra menolak konsep pemisahan ini karena dikhawatirkan akan menciptakan tumpang tindih kekuasaan serta menyulitkan konsolidasi pemerintahan di berbagai tingkat.
“Keputusan ini bisa menjadi sumber problem baru, bukan solusi. Semangat kita adalah menjaga kesatuan sistem pemerintahan dalam satu tarikan napas pemilu lima tahunan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, MK dalam putusannya menetapkan bahwa pemungutan suara pemilu nasional dan daerah dipisahkan, dengan jarak maksimal dua tahun enam bulan di antara keduanya. (Bhegin)
