Dalam kesempatan yang sama, unit bentukan 2023 bernama Jabar Saber Hoaks memamerkan kinerja digitalnya: 777 klarifikasi, 505 pantauan hoaks, dan 263 aduan langsung. Mayoritas kasus adalah penipuan berkedok bantuan sosial dan lowongan kerja palsu—isu-isu yang sejatinya tumbuh karena minimnya literasi digital dan lambatnya respon lembaga resmi.
Namun satu hal yang tak disebut: berapa banyak dari klarifikasi itu yang benar-benar mencegah kerugian warga? Karena seperti Sapawarga, Saber Hoaks tampaknya masih sibuk menjawab daripada bertindak.
Aduan masyarakat kini bisa disampaikan dengan sekali klik. Tapi apa gunanya klik jika yang diklik adalah tanggapan otomatis? Apa gunanya aplikasi canggih jika infrastruktur tak disentuh, dan apa artinya sistem “terselesaikan” jika jalan tetap berdebu, antrean rumah sakit tetap mengular, dan keluhan masyarakat tak pernah sampai ke meja keputusan?
Di era digital ini, Jawa Barat mungkin telah sukses membangun menara pengaduan, tapi pondasi solusi masih goyah. Yang bersinar bukanlah pelayanan, tapi dashboard presentasi. Karena di balik semua laporan telah ditindaklanjuti, rakyat hanya melihat satu hal: Masalahnya tetap di tempat yang sama. (Suradi/ Bhegin)
