LOCUSONLINE, GARUT — Di tengah hingar-bingar janji pembangunan dari gedung-gedung tinggi nan ber-AC, justru di pelosok Desa Babakanloa, inovasi sungguhan bermula bukan dari anggaran miliar, melainkan dari tongkol jagung dan kotoran sapi. Senin, 14 Juli 2025
Adalah Achmad Nasir Ginanjar, penyuluh muda dari Dinas Pertanian Kabupaten Garut, yang mungkin lebih layak duduk di forum energi dunia dibanding sebagian pejabat yang lebih sibuk memipil proyek daripada jagung. Ia menciptakan sebuah sistem pertanian terpadu yang memadukan limbah pertanian dan peternakan menjadi energi, pakan ternak, dan pupuk — tanpa perlu seremoni atau pidato panjang.
Pusatnya? Sebuah mesin pemipil jagung multifuel dengan kemampuan auto-size — bisa pakai biogas, LPG, atau bensin. Mesin ini barangkali lebih fleksibel daripada kebijakan energi nasional yang seringkali tersandera kepentingan. Tak cukup sampai di situ, limbah tongkol jagung yang biasanya dianggap sampah, diolah jadi pakan bernutrisi lewat kolaborasi jamur dan bakteri yang tampaknya lebih harmonis bekerja ketimbang birokrasi antarinstansi.
Baca Juga :
Bayang-bayang PT. Hoga Reksa Garment yang Tak Ramah Warga Pribumi, Harapan Warga Terus Memudar
Kepala Desa Bahagia di Hotel Berbintang, Warga Tetap Bertani dengan Galau
Belum lagi kotoran sapi yang biasanya cuma jadi beban hidung warga, kini disulap jadi biogas untuk memasak dan bahan bakar mesin. Residu dari proses itu pun tidak dibuang—melainkan berubah jadi pupuk organik cair yang membantu sawah tetap subur tanpa harus tergantung pupuk subsidi yang entah kapan datangnya.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”