LOCUSONLINE, JAKARTA — Drama investigasi kematian guru muda Dindin Rinaldi Choerul Insan tampaknya mencapai babak absurditas, ketika logika ilmiah harus pasrah di bawah asumsi instan. Kuasa hukum keluarga korban, Asep Muhidin, mendatangi Komisi III DPR RI demi mencari secercah akal sehat dalam penyelidikan yang sejak awal terasa dibungkus misteri dan kejanggalan.
Dindin, guru SDN Pajaten 2 Pangandaran asal Garut, ditemukan tak bernyawa di wilayah hukum Polsek Sidareja, Polresta Cilacap, Mei lalu. Polisi dengan percaya diri menyimpulkan: korban bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke kereta api. Sayangnya, narasi itu nyaris tanpa saksi, tanpa autopsi, dan tanpa jejak investigasi ilmiah.
“Katanya bunuh diri, tapi tak ada satu pun saksi, dan tidak ada proses Scientific Crime Investigation. Ini penyelidikan atau cerita fiksi kriminal?” sindir Asep, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025).
Jasad korban, menurut Asep, justru mengindikasikan sesuatu yang jauh dari ciri korban tertabrak kereta. Tubuh utuh, namun penuh luka aneh: leher, pinggang, lutut patah, wajah lebam, telinga robek, tangan tersayat, hingga lubang misterius di betis kiri—semuanya tanpa robekan pada pakaian.
“Kalau memang tertabrak kereta, kenapa jasadnya seperti habis disimpan di koper, bukan dilindas lokomotif?” tanya Asep tajam.
Baca Juga :
Guru Asal Garut Tewas Misterius, Polisi ‘Percaya Diri’ Tanpa Bukti: Dari Rel ke Rapat DPR
Ironisnya, permintaan autopsi dan ekshumasi yang diajukan keluarga berulang kali justru diabaikan. Padahal, gelar perkara terakhir di internal Polresta Cilacap sempat menyepakati pembentukan tim gabungan dan ekskavasi makam. Sayangnya, niat baik itu berhenti di ruang rapat—tak pernah menyentuh liang kubur korban.
