Hasil penggalangan dana tersebut dapat digunakan antara lain:
- Menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan;
- Pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan;
- Pengembangan sarana/prasarana; dan
- Pembiayaan kegiatan operasional Komite Sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Sementara penggunaan hasil penggalangan dana oleh Sekolah harus:
- Mendapat persetujuan dari Komite Sekolah;
- Dipertanggungjawabkan secara transparan; dan
- Dilaporkan kepada Komite Sekolah.
Tapi jangan lupa ada Pasal 12 yang berbunyi, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang:
- menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah;
- melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya;
- mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung;
- mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung;
- melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas Sekolah secara langsung atau tidak langsung;
- mengambil atau menyiasati keuntungan ekonomi dari pelaksanaan kedudukan, tugas dan fungsi komite Sekolah;
- memanfaatkan aset Sekolah untuk kepentingan pribadi/kelompok;
- melakukan kegiatan politik praktis di Sekolah; dan/atau
- mengambil keputusan atau tindakan melebihi kedudukan, tugas, dan fungsi Komite Sekolah.
“Jadi sangat jelas, pada peraturan tersebut ada yang diperbolehkan namun ada juga yg dilarang, namun pasal tentang larangan ini terkesan kurang disosialisasikan kepada masyarakat, Dan faktanya DSP yang dipatok dan selalu dibungkus dengan kesepakatan ini selalu dilakukan setiap tahun”, ungkapnya.
“Fungsi pengawas Disdik provinsi apa? Pejabat digaji, dapat tunjangan kinerja dan profesi. Faktanya, masalah sekolah seperti ijazah ditahan karena DSP, PIP dipotong sampai 50%, terjadi terbuka tapi tak ada sanksi pejabat sekolah/pengawas dinas, bahkan TKD dicabut. Belum pernah dengar ada yang disanksi”, imbuhnya.
Lebih lanjut Afsor menegaskan, “Garut lebih membutuhkan kepala sekolah definitif agar manajerial sekolah efektif, fokus, dan jelas penanggung jawabnya. Belasan SMAN/SMKN di Garut dipimpin PLT dalam waktu lama, sehingga Disdik provinsi terkesan krisis stok kepemimpinan. Pengangkatan kepala sekolah definitif harus menjadi prioritas Kadisdik provinsi karena masa jabatan PLT terbatas dan kurang optimal.”
Ketua komite sekolah tersebut menekankan bahwa tindakan yang dilarang peraturan perundang-undangan sebaiknya dihindari karena akan berdampak negatif, terutama bagi pelanggarnya. “Permendikbud No. 75 Tahun 2016 perlu direvisi dan disempurnakan dengan mencantumkan sanksi tegas, seperti pidana penjara atau denda, agar memberikan efek jera bagi pelanggar,” tutup Afsor. (riyadi)

Seorang Jurnalis yang berdedikasi, fokus pada isu-isu sosial dan perkembangan di kawasan Garut Utara.