LOCUSONLINE, GARUT — Di tengah lesunya ekonomi rakyat kecil dan minimnya program pemerintah yang benar-benar menyentuh akar rumput, kabar segar justru datang dari balik jeruji besi. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyambangi Lapas Kelas II-A Garut dan memuji geliat ekonomi para warga binaan yang kini tak hanya “dibina”, tapi juga ditarget ekspor. Kamis, 17 juli 2025
Ya, ekspor.
Bukan dari kantor kementerian, bukan pula dari UMKM binaan dinas—melainkan dari lembaga pemasyarakatan.
Dalam kunjungannya, Kamis (17/7/2025), Agus tampak antusias menyoroti bagaimana kepala Lapas Garut, Rusdedy, mampu mengubah citra lapas dari tempat penghukuman menjadi pabrik produktivitas. Dari sabut kelapa, domba, hingga lalat maggot, nyaris semua potensi diolah. Bahkan coir shade hasil warga binaan kabarnya sudah tembus pasar Prancis dan Korea Selatan.
“Kepala Lapas dituntut aktif membangun jejaring. Hasil karya warga binaan bisa menjadi produk bernilai ekonomis dan berdaya saing,” ujar Agus dengan penuh semangat, seolah menjawab kegagalan banyak dinas dalam memberdayakan masyarakat bebas.
Yang jadi sorotan, bukan hanya produksi, tapi sistem kerja yang lebih gesit daripada banyak BUMD. Sebanyak 100 hingga 200 narapidana dilibatkan dalam satu unit produksi. Tidak ada demo buruh, tidak ada mogok kerja, tidak ada tender fiktif.
Dalam sistem yang katanya dibatasi tembok dan jeruji, justru kreativitas malah tumbuh subur. Ironi? Justru itulah kenyataan.
Menariknya, keberhasilan ini bukan hasil program kementerian pusat yang top-down, tapi justru karena inisiatif lokal. Rusdedy disebut aktif ikut komunitas, kenal tokoh masyarakat, dan tanggap membaca potensi wilayah. Hal yang jarang dimiliki pejabat-pejabat daerah yang sibuk mencari proyek, bukan solusi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”