Masyarakat bertanya:
Jika benar tidak ada bullying, apa tekanan yang begitu hebat hingga remaja memilih mati?
Mengapa beban akademik yang seharusnya mendidik justru berujung menekan?
Di mana bimbingan konseling saat mental siswa mulai retak?
Sistem pendidikan kita, seolah hanya sibuk mengurus nilai, bukan nilai-nilai. Ketika siswa jatuh bukan karena malas, melainkan mental yang patah, sekolah cenderung abai. Mereka lebih gesit membuat klarifikasi daripada melakukan introspeksi.
Kematian pelajar ini seharusnya menjadi alarm sistemik, bukan hanya bahan klarifikasi sementara. Jika satu anak sampai memilih mati karena tekanan sekolah, maka semua pihak—guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, bahkan kita semua—harus merasa turut gagal.
Sayangnya, di negeri ini, yang mati hanya anaknya.
Yang sibuk membela diri—justru yang paling hidup. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”