LOCUSONLINE, GARUT – Dalam sebuah operasi “penyapuan besar-besaran” ala militer, sekitar 100 personil TNI bersama sejumlah alat berat dikerahkan untuk menggempur musuh lama yang tak kunjung kalah: eceng gondok di Situ Bagendit. Dengan semangat tempur dan logistik setara proyek mercusuar, pembersihan gulma air ini berlangsung penuh khidmat dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB, Minggu (20/7/2025).
Mengandalkan 8 unit ponton, 4 conveyor darat, 3 dump truck, 1 eksavator long arm, dan 1 eksavator combo, aparat negara tampak bersatu padu dalam aksi “penyelamatan estetika dan ekologi” danau yang sudah lama jadi korban pembiaran.
Menurut Danramil 1110/Banyuresmi, Kapten Usman, kegiatan pembersihan ini sudah memasuki hari ketiga dan berjalan “lancar” sesuai skenario. Lima desa terdampak ikut terseret dalam drama pembersihan ini: Desa Sukamukti (18,7 Ha), Sukaratu (14,1 Ha), Bagendit (5,6 Ha), dan Cipicung (12 Ha).
“Ini bentuk kolaborasi luar biasa antara TNI, Dinas Lingkungan Hidup, UPT Bagendit, PUPR, dan masyarakat,” ujar Kapten Usman, mengibarkan semangat gotong-royong, sambil berdiri di tengah danau yang sejak lama diterlantarkan oleh kebijakan setengah hati.
Baca Juga : “Bukan Jadwal Saya”: Drama Tiga Nyawa yang Tak Masuk Agenda Gubernur Jawa Barat
Tiket Gratis, Syarat Ribet: Menonton Air Mancur di Negeri Fotokopi KTP
Meski ditampilkan bak operasi penyelamatan nasional, kegiatan ini justru menyingkap ironi lebih dalam: mengapa harus menunggu intervensi militer untuk urusan gulma danau? Di mana peran dinas terkait selama bertahun-tahun sebelum danau penuh hijau liar ini mendesak jadi agenda operasi gabungan?
Kapten Usman berharap aksi ini menyadarkan masyarakat soal pentingnya menjaga lingkungan. Harapan mulia, memang. Tapi apakah kesadaran bisa tumbuh dari tindakan simbolik yang lebih mirip pertunjukan anggaran ketimbang solusi berkelanjutan?
