LOCUSONLINE, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto kembali meluncurkan proyek ambisius: Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih alias Kopdes Merah Putih, yang digadang-gadang sebagai trisula pamungkas pengentasan kemiskinan dari akar rumput. Namun, seperti biasa, publik lebih dulu disuguhi seremoni megah sebelum hasil konkret dapat dibuktikan. Senin, 21 Juli 2025
Program ini merupakan bagian dari Asta Cita ke-6 Presiden, yang diyakini akan menggerakkan ekonomi desa dengan tiga senjata utama: cek kesehatan gratis, sekolah rakyat, dan koperasi desa. Tiga jurus pamungkas yang diyakini Kantor Komunikasi Kepresidenan sebagai senjata pemusnah kemiskinan. Namun, di tengah jargon “inklusif dan gotong-royong”, rakyat kembali dihadapkan pada pertanyaan klasik: apa kabar realisasi?
Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyebut bahwa program ini akan membangun ekonomi desa dari bawah. Tapi bukannya dimulai dari pemenuhan layanan dasar seperti listrik, air bersih, atau akses jalan, negara justru membangun “koperasi dengan apotek dan cold storage” di desa-desa yang kadang belum dialiri internet stabil.
Dengan target bombastis: 80.000 unit koperasi, dan 103 di antaranya dijadikan “mock-up percontohan”, publik mulai khawatir program ini hanya akan menjadi galeri foto dan laporan tahunan—bukan solusi yang menjawab perut lapar dan kantong bolong warga desa.
Kemiskinan memang problem nyata. Berdasarkan data BPS September 2024, sebanyak 24,06 juta warga Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah itu, lebih dari 3 juta jiwa masuk kategori miskin ekstrem. Sayangnya, jawaban atas angka itu belum terlihat di sawah atau pasar rakyat, tetapi masih bertumpuk di atas tumpukan draf kebijakan.
