Narasi sinergi, kolaborasi, hingga kemitraan dengan media ikut ditegaskan dalam pidato seremonial. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan media justru lebih sering dijadikan corong penguasa ketimbang pengawal kebenaran.
Perayaan ini pun ditutup dengan harapan klasik: semoga Purwakarta lebih manusiawi, bebas korupsi, dan sejahtera merata. Sayangnya, harapan itu sudah menjadi template pidato tahunan yang tak lagi mengejutkan.
Di luar gedung megah itu, rakyat masih berkutat dengan harga sembako, pendidikan yang tak merata, dan layanan publik yang belum sepenuhnya “istimewa.” Tapi tak apa, selama pertunjukan terus berjalan, panggung politik tetap gemerlap. Sementara perubahan? Masih menunggu giliran tampil. (Laela)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”